Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Dua emiten pelat merah, PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) dan PT Jasa Marga Tbk (JSMR) memasuki bisnis baru. Kedua emiten tersebut tergabung dalam konsorsium kereta api cepat Jakarta-Bandung.
Keduanya bersama PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII) tergabung dalam konsorsium BUMN. Mereka akan menggarap proyek tersebut bersama konsorsium enam perusahaan Tiongkok yang dipimpin China Railway Corporation.
Sesuai proposal China Railway Corporation, kebutuhan investasi proyek kereta api cepat mencapai US$ 5,5 miliar. Angka ini setara Rp 78 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.300. Perinciannya: sebesar 60% atau US$ 3,3 miliar atau Rp 47,19 triliun kebutuhan dana akan dipenuhi konsorsium BUMN, adapun 40% sisanya oleh China Railway Corporation.
Namun, Suradi Wongso, Sekretaris Perusahaan WIKA, mengungkapkan, nilai dan porsi kepemilikan dalam proyek ini masih dibahas kedua konsorsium. "Nilai dan share-nya belum final tapi yang pasti akan lebih banyak menggunakan local content," katanya pada KONTAN pekan lalu.
Sebelumnya, Menteri BUMN menginstruksikan agar konsorsium BUMN menggunakan 25% kas internal dan 75% pinjaman perbankan untuk mendanai proyek. Jika mengacu nilai proposal China Railway Corporation, dana eksternal yang harus disediakan konsorsium BUMN mencapai Rp 35,3 triliun.
Keempat BUMN telah membentuk perusahaan patungan, yakni PT Pilar Sinergi BUMN. WIKA menggengam kepemilikan mayoritas yakni 38% dan JSMR mengempit 12%. KAI dan PTPN VIII masing-masing 25%. Dengan demikian, WIKA membutuhkan dana eksternal Rp 13,4 triliun dan JSMR Rp 4,22 triliun.
Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri, menilai, kedua emiten BUMN ini masih memiliki ruang yang cukup jika hendak andalkan pinjaman untuk menggarap proyek. Pasalnya, rasio utang terhadap ekuitas (DER) masih di bawah 2 kali. Per Juni 2015, DER WIKA tercatat 1,82 kali dan JSMR 1,76 kali.
Menurut Hans, konsorsium BUMN ini akan gampang mendapat pinjaman jumbo karena bisa menjalin kerjasama dengan tiga bank BUMN yang baru-baru ini dapat pinjaman US$ 3 miliar dari China Development Bank. "Mereka bisa pinjam ke bank BUMN dengan bunga yang lebih rendah," kata Hans.
Namun dia melihat, pendanaan proyek kereta api cepat ini lebih baik menggunakan obligasi dollar AS. Argumennya, bunga obligasi dollar AS jauh lebih rendah daripada obligasi rupiah. Sementara prospek rupiah satu hingga dua tahun ke depan akan membaik.
Sehingga saat proyek rampung sesuai target tahun 2018, bunga akan lebih rendah karena penguatan rupiah. Hans melihat, prospek WIKA setelah masuk proyek ini masih positif. WIKA tidak akan terganggu dalam pendanaan proyek lain.
Pasalnya, emiten konstruksi ini mengantongi penanaman modal negara (PMN) Rp 4 triliun. Hans melihat, prospek JSMR tidak terlalu positif setelah masuk pada proyek kereta api cepat. Pasalnya, setelah proyek beroperasi, trafik jalan tol yang dikelola JSMR akan berkurang.
"Sebaiknya, dia konsentrasi saja di jalan tol karena masih banyak proyek yang bisa dibidik," kata Hans.
William Surya Wijaya, Analis Asjaya Indosurya Securities, mengatakan, prospek kedua emiten BUMN ini masih positif setelah masuk proyek kereta api cepat. "Yang penting adalah bagaimana komitmen keduanya menyelesaikan proyek," katanya.
Menurut William, pendanaan proyek ini tidak akan mengganggu WIKA dan JSMR di proyek-proyek lain. William merekomendasikan buy WIKA dan JSMR dengan target masing-masing Rp 3.800 dan Rp 6.400.
Hans juga mempertahankan buy untuk keduanya. Hanya saja, Hans menurunkan target WIKA dari Rp 3.900 menjadi Rp 3.200 karena tekanan kurs terhadap sektor konstruksi. Sedangkan target JSMR di level Rp 5.500.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News