Reporter: Dina Farisah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Dollar Australia (aussie) bergerak dalam kisaran sempit terhadap mata uang utama lain. Namun secara jangka panjang, aussie masih berpotensi tertekan. Data Bloomberg pada Kamis (21/5) pukul 18.30 WIB memperlihatkan, pasangan EUR/AUD turun tipis 0,04% dibandingkan hari sebelumnya menjadi 1,4082. Pasangan AUD/USD naik 0,19% menjadi 0,7890. Sementara pasangan AUD/JPY turun 0,05% menjadi 95,5120.
Deddy Yusuf Siregar, Research and Analyst PT Fortis Asia Futures, menjelaskan, pergerakan EUR/AUD sepanjang Kamis (21/5) relatif terbatas lantaran kedua negara masing-masing menyumbang sentimen negatif.
Dari Aussie, rumor pemangkasan suku bunga oleh Bank Sentral Australia (RBA) pada pertemuan selanjutnya semakin mengemuka. Sebab, RBA melihat perekonomian negeri kanguru sangat bergantung pada aktivitas ekspor komoditas. Padahal, saat ini sebagian besar harga komoditas masih melemah.
Tak hanya soal harga, tujuan utama ekspor Australia adalah China. Saat ini permintaan komoditas dari Tiongkok tengah menurun. "Perekonomian China masih lesu," ungkap Deddy.
Di sisi lain, data ekonomi Eropa pada Kamis (21/5) juga menunjukkan hasil yang kurang menggembirakan. Indeks manufaktur Jerman bulan Mei hanya sebesar 51,4. Angka ini lebih rendah dibandingkan ekspektasi sebesar 51,9. Sektor jasa Jerman di bulan yang sama juga hanya mencapai 52,9. Padahal, estimasi para analis sektor jasa dapat mencapai level 53,9.
Namun data manufaktur Eropa bulan Mei memberikan hasil positif sebesar 52,3. Capaian ini lebih tinggi dari ekspektasi pelaku pasar sebesar 51,8.
Sementara Faisyal, Research and Analyst PT Monex Investindo Futures, menuturkan, penguatan AUD/USD didukung oleh dua faktor utama. Dari Aussie, Melbourne Institute memaparkan ekspektasi inflasi tahunan sebesar 3,6%. Ekspektasi ini lebih tinggi dibandingkan Maret (year on year) sebesar 3,4%.
"Meski inflasi diharapkan membaik, tidak serta merta mengubur niatan RBA untuk kembali memangkas suku bunga acuan pada pertemuan berikutnya," terang Faisyal.
Australia yang sangat bergantung pada ekspor komoditas, kini mengandalkan pertumbuhan ekonomi dari belanja konsumen. Maklum, belum ada harapan harga komoditas menguat signifikan dalam jangka pendek. Kondisi ini masih mengkhawatirkan bagi perekonomian Australia.
Sementara dari Amerika Serikat (AS), pejabat bank sentral AS alias Federal Reserve (The Fed) masih meragukan rencana kenaikan suku bunga pada bulan Juni. Keraguan tersebut berdasarkan data perekonomian AS yang belum menunjukkan perbaikan signifikan.
Faisyal menduga, pergerakan AUD/USD pada Jumat (22/5) berpeluang melemah. Dengan catatan, data ekonomi AS seperti klaim pengangguran dan indeks manufaktur versi The Fed bagian Philadelphia yang akan dipublikasikan Kamis (21/5) malam menorehkan hasil positif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News