Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID. Indeks S&P 500 dan Nasdaq melemah tipis pada perdagangan Selasa (29/4), seiring investor mencermati laporan keuangan korporasi serta data ekonomi terbaru di tengah memanasnya kembali tensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menegaskan bahwa "tanggung jawab" kini berada di tangan China. Ia memperkirakan ekonomi Negeri Tirai Bambu bisa kehilangan hingga 10 juta lapangan kerja secara cepat akibat kebijakan tarif.
Baca Juga: HSBC Turunkan Target S&P 500 Jadi 5.600, Soroti Risiko Melambatnya Ekonomi AS
Seperti diketahui, dua ekonomi terbesar dunia ini saling memberlakukan tarif impor balasan, menciptakan ketidakpastian yang terus menghantui pasar keuangan global.
Melansir Reuters, pukul 10.01 pagi waktu New York, indeks Dow Jones Industrial Average naik 113,62 poin atau 0,28% ke level 40.341,21.
Sementara itu, S&P 500 turun 4,50 poin atau 0,08% ke 5.524,25, dan Nasdaq Composite melemah 30,26 poin atau 0,17% ke 17.335,59.
Saham Honeywell melonjak 4,2% setelah mencatat kenaikan laba kuartal I 2025 yang disesuaikan, menopang penguatan indeks Dow. Sherwin-Williams juga naik 5,2% usai melaporkan laba yang melampaui ekspektasi.
Baca Juga: UPS Umumkan Efisiensi Besar-besaran, Tutup 73 Fasilitas dan PHK 20.000 Pekerja
Namun sebagian besar saham megacap mengalami tekanan, dipimpin oleh Amazon.com yang turun setelah Gedung Putih menanggapi laporan bahwa perusahaan berencana membebankan biaya tarif ke harga produk, yang disebut sebagai "tindakan bermusuhan".
Dari sisi data ekonomi, jumlah lowongan kerja AS pada Maret tercatat sebesar 7,19 juta, di bawah proyeksi sebesar 7,48 juta menurut survei Reuters.
Indeks kepercayaan konsumen juga tercatat sebesar 86, meleset dari estimasi 87,5.
Pasar kini menanti data ekonomi penting lainnya, termasuk laporan tenaga kerja nonpertanian (nonfarm payrolls) pada Jumat.
Selain itu, sejumlah emiten teknologi besar yang tergabung dalam kelompok "Magnificent Seven" juga akan merilis laporan kinerjanya pekan ini, dengan fokus investor tertuju pada potensi dampak tarif terhadap proyeksi bisnis mereka.
"Kita sedang berada di tengah badai — baik investor, konsumen, maupun pelaku bisnis tengah bertanya-tanya tentang seperti apa masa depan saat kebijakan tarif potensial mulai berlaku," ujar Matthew Stucky, Manajer Portofolio di Northwestern Mutual Wealth Management.
Baca Juga: Efek Tarif Trump: Korporasi Global Tekor, PHK & Revisi Proyeksi
Pemerintah AS sebelumnya mengatakan bahwa mereka akan mengambil langkah untuk mengurangi dampak dari tarif otomotif yang diberlakukan Presiden Trump.
Namun, saham Ford dan Tesla hanya naik tipis, sementara General Motors turun 1,9% setelah menarik proyeksi kinerja tahunannya akibat ketidakpastian tarif.
"Memang ada sedikit ruang bagi para pemasok untuk memulihkan biaya, namun hal itu tidak menyelesaikan masalah jangka panjang: harga mobil AS akan terus naik di tengah melambatnya momentum ekonomi," ungkap analis di Bernstein.
Meskipun S&P 500 mencatatkan reli terbaik sejak November pada awal pekan, ketiga indeks utama Wall Street masih membukukan kinerja negatif secara tahunan.
HSBC pun memangkas target akhir tahun untuk S&P 500 menjadi 5.600 dari sebelumnya 6.700.
Saham United Parcel Service (UPS), yang menjadi indikator kondisi ekonomi makro, turun 1,2% usai merilis laporan keuangan kuartalan.
Baca Juga: Defisit Perdagangan Barang AS Makin Melebar, Ekonomi AS Kian Tertekan
NXP Semiconductors NV anjlok 6,4% meski mencatat pendapatan sedikit di atas ekspektasi dan mengumumkan pergantian CEO.
Sementara itu, saham Spotify Technologies yang terdaftar di AS merosot 8,4% setelah memproyeksikan laba operasional kuartal berikutnya di bawah estimasi Wall Street.
Selanjutnya: Akankah Kardinal Pilih Paus dari Luar Lingkaran Vatikan Seperti Fransiskus?
Menarik Dibaca: Institut Teknologi PLN (ITPLN) Kerjasama dengan Mayora, Salah Satunya untuk Rekrutmen
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News