Reporter: Rezha Hadyan | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada awal tahun, rata-rata transaksi harian di bursa masih lebih rendah ketimbang tahun lalu. Namun, analis menilai penurunan rata-rata transaksi ini wajar lantaran belum seluruh investor aktif masuk ke pasar pasca libur akhir tahun. Lagipula, investor yang trading masih cenderung masuk ke saham bluechip yang memiliki bobot besar.
Analis Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan menilai penurunan nilai maupun volume transaksi di awal tahun merupakan hal yang wajar. Pasalnya, sebagian besar investor sudah merealisasikan keuntungan sebelum periode liburan panjang Natal dan tahun baru.
“Mereka sudah mengurangi kepemilikan sahamnya, terutama saham-saham yang memang ditujukan untuk trading jangka pendek dan saat ini mereka cenderung menyisakan saham-saham yang memang ditujukan untuk investasi jangka panjang,” kata Valdy ketika dihubungi oleh Kontan.co.id, Senin (7/1).
Sementara itu, menurut Analis BCA Sekuritas Achmad Yaki kondisi yang terjadi di pekan pertama Januari 2019 merupakan imbas dari aksi investor maupun trader yang saat ini masih memilih saham-saham berkapitalisasi pasar besar alias bluechip. “Saham-saham tersebut memiliki pembobotan atau weighting besar ke Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG),” kata dia.
Saham bluechip menjadi pilihan karena secara risiko, bluechip bisa dikatakan lebih aman dibandingkan dengan saham lapis kedua maupun lapis ketiga yang punya kemungkinan harganya terjun bebas. Saham-saham ini juga lebih liquid atau aktif diperdagangkan di bursa ketimbang saham lapis kedua maupun lapis ketiga.
Saham-saham yang masuk di lapis kedua maupun lapis ketiga masih belum menjadi pilihan investor di awal tahun. Menurut Analis Mega Capital Sekuritas Adrian M Priyatna saat ini investor masih mencermati pilihan saham yang menarik atau punya prospek baik di tahun 2019. “Investor juga masih mencermati sentimen global yang hadir di awal pekan ini,” kata dia.
Salah satu sentimen global yang menjadi perhatian pelaku pasar adalah pertemuan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China di Beijing yang bertujuan untuk menyelesaikan perang dagang kedua negara yang berpotensi menggerus pertumbuhan ekonomi global.
“Selain itu investor juga masih menantikan rilis data ekonomi di bulan dan kuartal akhir 2018 untuk dijadikan acuan mereka di pasar modal,” kata Adrian.
Catatan saja, pada pekan pertama Januari 2019, rata-rata nilai transaksi harian Bursa Efek Indonesia (BEI) berada di angka Rp 7,52 triliun, turun 28,84% dibandingkan dengan pekan terakhir tahun 2018 sebesar Rp 10,57 triliun. Penurunan tersebut sejalan dengan rata-rata volume transaksi harian BEI yang juga turun 39,68% menjadi 12,01 miliar saham.
Valdy bilang, IHSG punya potensi konsolidasi pada pekan ini dengan support di level 6.230 dan resistance di level 6.350. Sedangkan untuk level pivot-nya berada di range 6.250-6.275.
Sementara itu, Achmad memproyeksi pada pekan ini pergerakan IHSG akan dipengaruhi oleh penguatan nilai tukar rupiah di awal pekan ini. Selain itu fenomena January Effect masih akan memberikan tambahan sentimen positif untuk IHSG.
Namun, yang patut diwaspadai adalah cadangan devisa per Desember yang akan dirilis oleh Bank Indonesia (BI) pada Selasa (8/1). “Walaupun ekspektasinya membaik dan bisa menjadi katalis tambahan bagi IHSG, tidak menutup kemungkinan pula hasilnya bisa sebaliknya atau di luar ekspektasi yang tentunya bisa membuat IHSG terkoreksi,” kata Achmad.
Ia memproyeksi IHSG pada pekan ini masih bullish dengan support di level 6.200 dan resistance di level 6.340.
Sedangkan Adrian mengatakan IHSG masih punya peluang atau ruang penguatan pada pekan kedua Januari 2019 walau harus tetap berhati-hati. Ia memproyeksi IHSG akan bergerak dengan support di level 6.215 dan resistance di level 6.360.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News