Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Indeks Dow Jones boleh saja cetak rekor. Bursa Asia, termasuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun mengekor kenaikan tersebut.
Sayangnya, upside IHSG ini juga masih terbatas. Pasalnya, kenaikan Dow Jones di sisi lain mengindikasikan adanya dana asing yang keluar dari emerging market. Capital inflow pun tertahan sehigga menahan laju indeks.
"Sehingga, Indeks akan tetap sideways, antara level 5.000-5.500," ujar Vice President Research and Analysis Valbury Asia Securities Nico Omer Jonckheere kepada KONTAN, Kamis (26/1).
Partisipasi dana asing sudah terus berkurang. Valuasi yang mahal, lanjut Nico, juga membuat batasan tambahan bagi indeks.
Catatan saja, price earning ratio (PER) indeks pada perdagangan Kamis tercatat 15,2 kali. Sementara, net sell asing hingga pekan ketiga Januari tercatat lebih dari sekitar Rp 7,8 triliun. Net buy asing tercatat sedikit dibawahnya, Rp 7,4 triliun.
Nico justru melihat, peluang justru akan terjadi jika indeks lebih dulu turun ke level 4.200. Jika bottom ini tersentuh, indeks selanjutnya akan mudah rebound menuju level 6.000.
Atau, skenario kedua. Indeks memecahkan level tertinggi sebelumnya, 5.524. "Hanya pada kondisi ini kami kembali bullish terhadap IHSG," imbuh Nico.
Sementara, analis Semesta Indovest Aditya Putra Perdana menilai, pertumbuhan ekonomi China masih menjadi hal yang paling diantisipasi oleh pasar. Masalahnya, untuk hal ini masih sulit ditebak apalagi setelah Trump kerap mewacanakan kebijakan ekonomi yang cenderung protektif terhadap China.
"Yang paling bahaya itu jika suku bunga AS naik dua atau empat kali," pungkas Adit.
Oleh sebab itu, ia menyarankan investor tetap berhati-hati sembari menunggu momentum yg semakin positif untuk sektor yang sedang diskon. Contohnya, sektor properti dan saham-saham minyak dan sektor penunjangnya. Sebab, harga minyak diprediksi bisa menembus US$ 60/barel tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News