Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) terus mengalami penurunan dalam beberapa waktu terakhir. Kendati begitu, Trimegah Sekuritas masih optimistis emiten sektor perkebunan punya prospek yang menarik ke depan.
Analis Trimegah Sekuritas Hasbie dalam risetnya pada 22 Juni menuliskan, walaupun harga minyak CPO telah jatuh dari puncak tertingginya di RM 4.500 per ton pada Mei menjadi Rp 3.600 per ton pada pertengahan Juni, Hasbie masih optimistis terhadap prospek sektor perkebunan. Menurutnya ada tiga faktor utama yang mendorong pandangan positifnya terhadap sektor ini.
Pertama, ketergantungan China terhadap impor kacang kedelai sebagai bahan pakan ternak babi. Hasbie menyebut, permintaan kedelai yang kuat dari China tercermin dari populasi babi China yang meningkat 29,5% yoy menjadi 416 juta pada kuartal I-2021. Pulihnya peternakan babi di China akan menjadi faktor utama yang membuat permintaan kedelai akan tetap tinggi.
“Kedelai merupakan substitusi bagi sawit, sehingga berkurangnya pasokan kedelai akan jadi katalis positif untuk harga sawit. Apalagi, korelasi antara harga CPO dan kedelai adalah 0,88/0,78 selama 5 dan 7 tahun terakhir,” tulis Hasbie dalam risetnya.
Baca Juga: IHSG menguat 0,17% ke 6.022 pada akhir perdagangan Jumat (25/6), asing catat net buy
Kedua, kebijakan pemerintah yang menaikkan pungutan ekspor kembali secara signifikan pada kuartal IV-2020 silam. Kebijakan ini diambil sebagai upaya memastikan kecukupan dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk mendanai subsidi biodiesel.
Menurut Hasbie, dengan reli harga CPO pada lima bulan pertama pada tahun ini telah membentuk surplus yang meningkat di rekening BPDPKS. Hal ini pada akhirnya akan memberikan fleksibilitas bagi pemerintah untuk mengurangi biaya pungutan pajak ke depan.
Trimegah Sekuritas memproyeksikan, BPDPKS memiliki surplus sekitar Rp 2 triliun-Rp 6 triliun per bulan jika mereka mempertahankan pungutan ekspor US$ 255/ atau surplus ~Rp1 triliun menggunakan harga CPO saat ini.
“Namun, jika struktur perpajakan yang baru ditetapkan, kami memperkirakan akan ada potensi upside +5,7% dan +6,6% terhadap asumsi kami untuk ASP CPO pada 2021 dan 2022. Hal ini pada akhirnya juga bisa membuat harga CPO Indonesia yang lebih kompetitif dengan harga CPO Malaysia,” imbuh Hasbie.
Adapun, proyeksi harga CPO dari Trimegah Sekuritas untuk 2021 dan 2022 adalah masing-masing RM 3.620 per ton dan RM 3.150 per ton. Hasbie pun memberikan rating overweight untuk sektor perkebunan.
Untuk risiko dari rekomendasinya, ia menyebut ada tiga, yakni perubahan harga minyak mentah dan minyak nabati, perubahan kebijakan biodiesel pemerintah Indonesia dan Malaysia, serta anomali cuaca yang pada akhirnya memengaruhi produksi CPO.
Trimegah Sekuritas menjadikan PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) dan PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) sebagai top picks. Kedua emiten ini dinilai punya kinerja operasional yang paling baik, seiring punya yield paling tinggi. Selain itu, usia pohon mereka adalah yang paling muda, yakni 11,6 dan 11,9 tahun yang merupakan periode emas untuk pertumbuhan.
Adapun, Hasbie merekomendasikan untuk beli TAPG dan DSNG dengan masing-masing target harga sebesar Rp 950 dan Rp 780 per saham.
Selanjutnya: Holding perkebunan PTPN III incar pendapatan Rp 44,2 triliun tahun ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News