Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek PT Adaro Energy Tbk (ADRO) diyakini masih cukup cerah seiring dengan membaiknya harga batubara. Kepala Riset Henan Putihrai Sekuritas Robertus Yanuar Hardy memproyeksikan, harga batubara tahun ini berada di kisaran US$ 85-US$ 90 per ton.
“Harga didorong pemulihan aktivitas ekonomi dan industri, yang akan meningkatkan konsumsi listrik baik untuk rumah tangga, area komersil, maupun industri,” terang Robertus kepada Kontan.co.id, Rabu (28/4).
Selain itu, prospek konstituen Indeks Kompas100 ini juga ditunjang dengan portofolio bisnisnya yang terdiversifikasi secara apik. Terakhir, ADRO berencana untuk mendiversifikasi bisnisnya ke segmen energi hijau, seperti pembangkit listrik tenaga surya, pembangkit listrik tenaga hydro (air), dan pembangkit listrik tenaga angin.
Baca Juga: Nippon Indosari (ROTI) bukukan penurunan laba 27,15% sepanjang kuartal I
Segmen yang disebut Adaro Green Initiative ini bakal dirancang menjadi pilar bisnis ke-9 milik ADRO. Green Initiative akan melengkapi delapan pilar bisnis lainnya, yakni Adaro Mining, Adaro Services, Adaro Logistics, Adaro Power, Adaro Land, Adaro Water, Adaro Capital dan Adaro Foundation.
“Ini akan menjadi keunggulan tersendiri, karena belum banyak emiten batubara yang memasuki bisnis energy baru terbarukan (EBT),” sambung Robertus.
Di sisi lain, Analis BRI Danareksa Sekuritas Stefanus Darmagiri menilai, ADRO akan lebih kompetitif dari segi biaya dengan penggantian kontraktor penambangan.
Kontraktor pertambangan yang dijalankan Pama, anak usaha PT United Tractors Tbk (UNTR) akan berakhir pada akhir Juli 2021, ADRO akan menggantikan kontraktor pertambangan dan menggunakan Buma, anak usaha PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID), dan kontraktor internal di bawah anak perusahaan Saptaindra Sejati (SIS).
Baca Juga: Kimia Farma (KAEF) genjot kinerja tahun ini dengan ekspansi bisnis
“Ini akan membuat ADRO lebih kompetitif dari segi biaya. Di areal kontraktor penambangan bekas garapan Pama, SIS akan melakukan semua pengangkutan batubara dengan mayoritas pemindahan overburden (OB) yakni sekitar 75%-80%. Sisanya sebanyak 20%-25% dilakukan oleh Buma,” tulis Stefanus dalam riset, Rabu (17/3).
Di tengah keputusan pemerintah yang meningkatkan target produksi batubara tahun ini, ADRO belum memutuskan untuk mengerek target produksi. Tahun ini, penghuni Indeks Kompas100 tersebut menargetkan produksi batubara tahun 2021 di rentang 52 juta ton -54 juta ton.
Stefanus memproyeksikan, pendapatan ADRO tahun ini akan menyentuh angka US$ 2,68 miliar, dengan laba bersih sebesar US$ 292 juta. Stefanus merekomendasikan beli saham ADRO dengan target harga Rp 1.600, sementara Robertus merekomendasikan beli ADRO dengan target harga Rp 1.400.