Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Kondisi pasar yang masih berfluktuasi tajam berimbas pada rencana calon emiten baru Bursa Efek Indonesia (BEI). PT Toba Bara Sejahtra salah satunya. Perusahaan tambang ini memutuskan memangkas target initial public offering (IPO), menyusul kondisi pasar yang masih belum menentu.
Perseroan itu hanya akan menerbitkan 15% saham baru dari total modal ditempatkan dan disetor penuh. Awalnya, Toba Bara menargetkan bisa melepas sekitar 25%-30% saham baru di BEI.
Jika menggunakan rencana yang lama, Toba bisa meraup dana hingga US$ 400 juta. Namun, target perolehan dana menciut menjadi US$ 150 juta atau sekitar Rp 1,41 triliun. Terakhir, target dana tersebut kembali dipangkas.
Laksono Widodo, Senior Executive Vice President Capital Market Mandiri Sekuritas, menuturkan, jumlah saham yang akan dilepas oleh Toba Bara adalah sebanyak 317,96 juta saham IPO. Dengan kisaran harga yang ditawarkan antara Rp 1.850-Rp 2.400, maksimal dana yang akan diraup dari pelaksanaan IPO adalah Rp 763,1 miliar. "Target diturunkan karena volatilitas pasar masih tinggi," ujar Laksono, Senin (11/6).
Investor jangkar siap
Mandiri Sekuritas yang bertindak sebagai penjamin emisi IPO, menilai, porsi penerbitan saham perdana sebesar itu, paling proporsional di tengah situasi saat ini.
Selain pasar internasional yang sedang gonjang-ganjing, kinerja saham sektor batubara juga sedang jeblok. Bobot sektor tambang di Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah terbenam 21,3% sejak awal tahun.
Harga batubara di pasar global terus menurun akibat lesunya perekonomian dunia. Ancaman terbaru yang bisa menyuramkan bisnis batubara adalah rencana pemerintah membatasi ekspor batubara.
Namun, Laksono optimistis penjualan saham perdana Toba tetap laris di tengah situasi demikian. Klaim Laksono, Toba sudah memiliki anchor investor atawa investor yang siap menyerap saham IPO dalam jumlah signifikan. "Mereka merupakan (kumpulan) fund dari Hong Kong," tutur Laksono.
Berapa nilai saham perdana yang siap diserap investor jangkar, Laksono belum mengungkapkan. "Bisa separuh atau sepertiganya, karena itu tergantung dari pricing (penetapan harga IPO-nya)," imbuhnya.
Sejauh ini, harga yang ditawarkan investor jangkar tersebut masih di bawah harga penawaran IPO. Penawaran awal (book building) digelar sejak 11-19 Juni 2012, di dalam negeri dan Singapura, Hong Kong, dan Amerika Serikat. Penawaran umum akan digelar pada 27-29 Juni 2012.
Selain Mandiri, Toba Bara menunjuk Morgan Stanley Asia Indonesia dan CLSA Indonesia, sebagai underwriter. Pandu Sjahrir, Direktur Keuangan Toba Bara, mengungkapkan, hasil penjualan saham perdana, akan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan belanja modal. Di antaranya untuk pengembangan pertambangan, akuisisi, dan pembayaran utang.
"Sebanyak 50% untuk capex. Lalu, 35% untuk akuisisi konsesi pertambangan, dan 15% untuk membayar fasilitas pinjaman BNP Paribas," tutur dia.
Perseroan menargetkan bisa memproduksi hingga 7,6 juta ton batubara di tahun ini. Jika agenda akuisisi serta pengembangan konsesi terwujud, produksi Toba Bara bisa meningkat menjadi 12,1 juta dan 14,5 juta ton, masing-masing, di tahun 2013 dan 2014.
Arthur Simatupang, Direktur Operasional Toba Bara, menambahkan, hingga kuartal I 2012, realisasi produksi dan penjualan baru mencapai 25% dari target produksi atau sekitar 1,9 juta ton. Dengan harga rata-rata penjualan US$ 80 per ton hingga kuartal I lalu, perseroan mengantongi penjualan sekitar US$ 152 juta. "Kami yakin target produksi bisa tercapai, karena biasanya volume meningkat di semester II," papar Arthur.
Arthur menambahkan, Toba Bara masih melakukan due diligence terhadap sejumlah konsesi di Kalimantan yang menjadi incaran akuisisi. Namun, berapa potensi nilai akuisisi, dia belum mengungkapkan. Sebagai gambaran, tahun lalu Toba Bara membukukan laba tahun berjalan sebesar Rp 1,03 triliun. Sedang pendapatannya mencapai Rp 4,36 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News