Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Harga tembaga kembali tertekan pasca menguatnya peluang kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) alias The Fed pada September 2016 mendatang.
Mengacu situs www.investing.com per Senin (29/8) pukul 17.09 WIB, harga tembaga kontrak pengiriman Desember 2016 di Comex merosot 0,12% dibandingkan hari sebelumnya ke level US$ 2,08. Sepekan, harga tembaga menukik 2,8%.
Ibrahim, Direktur PT Garuda Berjangka berujar, penurunan harga tembaga diakibatkan pidato Gubernur The Fed Janet Yellen di simposium Jackson Hole akhir pekan lalu. Dalam pidatonya, Yellen berujar, ruang kenaikan suku bunga acuan dalam waktu dekat kian terbuka.
Menurutnya, perekonomian AS telah membaik sehingga mampu mendorong timbulnya inflasi sebesar 2%. Ini merupakan salah satu syarat The Fed untuk mengerek suku bunga acuan yang saat ini berkisar 0,25% - 0,5%.
Mengacu Bloomberg, pasca pidato tersebut, potensi kenaikan suku bunga The Fed pada September 2016 membesar dari semula 22% menjadi 42%.
Walhasil, indeks dollar AS terus menanjak. Pada Senin (29/8) pukul 17.21 WIB, indeks dollar AS naik 0,13% menjadi 95,6. Penguatan mata uang Negeri Paman Sam berimbas negatif bagi harga komoditas, termasuk tembaga. Sebab, tembaga diperdagangkan dalam dollar AS yang kian mahal.
Harga tembaga juga belum terbantu dari sisi permintaan. China, negara pengguna dan produsen komoditas terbesar di dunia, tengah mengalami perlambatan ekonomi. Negeri Panda telah menurunkan impor tembaga ke level terendah dalam 17 bulan terakhir. Aksi pemangkasan ini telah berlangsung selama empat bulan.
Pasokan tembaga juga terus membengkak. Goldman Sachs Group Inc menerangkan, persediaan tembaga di London Metal Exchange sudah menyentuk rekor tertinggi dalam kurun 10 bulan terakhir.
Memang sejatinya ada katalis positif yang berpeluang menyokong laju tembaga. Gubernur Bank Sentral Jepang Haruhiko Kuroda akhir pekan lalu menyatakan bahwa mereka siap memberikan stimulus tambahan pada September 2016. Hal ini ditujukan untuk membangkitkan perekonomian Jepang. Sebab, target inflasi yang dipatok 2% sulit terwujud. Pada Juli 2016, Jepang mengalami deflasi sebesar 0,4% (YoY).
"Rencana stimulus ini seharusnya bisa menaikkan harga tembaga. Tapi rencana The Fed masih kuat mendominasi pasar," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News