Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Rupiah bergerak dalam tren melemah selama perdagangan pekan ini. Pelemahan mata uang garuda disinyalir merupakan dampak sikap Federal Reserve (The Fed) yang kembali hawkish.
Mengutip Blomberg, Jumat (15/11), rupiah ditutup pada posisi Rp 15.874 per dolar Amerika Serikat (AS). Rupiah tercatat melemah sekitar 0,07% secara harian dan sekitar 1,29% secara mingguan.
Kurs rupiah Jisdor Bank Indonesia (BI) pun terpantau ikut melemah yang ditutup pada posisi Rp 15.873 per dolar AS, Jumat (15/11). Rupiah Jisdor terkoreksi sekitar 0,09% dari posisi kemarin, dan melemah 1,38% dalam sepekan terakhir.
Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures Nanang Wahyudin mengatakan, rupiah menutup pekan ini dengan pergerakan datar yang cenderung melemah di Jumat (15/11). Alhasil, rupiah melemah lebih dari 1% ke posisi atas Rp 15.800 per dolar AS.
Baca Juga: IHSG Turun 0,74% Hari Ini (15/11), Simak Review Pergerakannya Pekan Ini
Menurut Nanang, pelemahan rupiah disebabkan oleh sentimen positif yang masih mendukung dolar AS. Hal itu sejalan dengan ruang pemangkasan suku bunga The Fed yang mulai tidak agresi, pasca rilis data ekonomi yang menunjukkan perbaikan dan khususnya angka inflasi kembali meningkat.
"Pernyataan terakhir ketua Fed Jerome Powell condong hawkish, dimana mempertimbangkan pemangkasan suku bunga yang tidak terburu-buru di tengah membaiknya katalis," ujar Nanang kepada Kontan.co.id, Jumat (15/11).
Adapun data Indeks Harga Konsumen (IHK) AS terpantau mengalami kenaikan. Data inflasi yang melonjak tersebut memudarkan kemungkinan pemangkasan suku bunga acuan The Fed.
Inflasi AS bulan Oktober terpantau lebih tinggi dibandingkan periode September 2024 yakni mencapai 2,6% secara tahunan (YoY) dari 2,4% di bulan sebelumnya. Kenaikan ini adalah yang pertama dalam tujuh bulan terakhir karena inflasi sebelumnya dalam tren melandai.
Baca Juga: Memasuki Akhir Tahun 2024, Surplus Neraca Dagang Masih Jauh dari Target
Sementara itu, inflasi inti AS mencapai 3,3% (yoy) pada Oktober atau sama dengan bulan sebelumnya dan secara bulanan, inflasi umum mencapai 0,2% pada Oktober 2024 atau sama dengan September. Demikian juga dengan inflasi inti bulanan.
Nanang melihat, pergerakan Rupiah terpantau masih dijaga oleh otoritas BI agar tetap bertahan di bawah 16.000. Bank Indonesia terlihat masuk mengintervensi pasar valuta spot, pasar forward juga pasar surat utang negara pada perdagangan Jumat, ketika rupiah nyaris amblas menembus level psikologis Rp16.000 per dolar.
Melansir Bloomberg, BI terlihat ada di pasar mengguyur valas untuk menyeimbangkan lagi supply-demand di pasar valuta spot maupun pasar domestic nondeliverable forward (DNDF). Di pasar surat utang negara, BI juga terlihat menyokong tekanan harga SUN, terutama untuk di tenor-tenor pendek dan tenor acuan.
"Bank Indonesia terlihat masuk mengintervensi agar pelemahan rupiah tidak semakin buruk," imbuh Nanang.
Baca Juga: Kurs Rupiah Jisdor Melemah 1,38% Sepekan ke Rp 15.888 Hingga Jumat (15/11)
Pengamat Mata Uang dan Komoditas Lukman Leong mencermati, pelemahan rupiah sepekan ini masih didominasi oleh sentimen kebijakan tarif Trump, serta beberapa data ekonomi AS yang lebih kuat. Pernyataan hawkish dari Jerome Powell turut menekan rupiah.
"Di sisi lain, data ekonomi China terpantau lebih kuat. Dari domestik, walau surplus lebih rendah dari perkiraan, namun ekspor dan impor naik lebih tinggi sehingga mendukung rupiah," jelas Lukman saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (15/11).
Lukman memandang, tidak ada data penting dari eksternal yang dapat memengaruhi rupiah pekan depan. Sedangkan dari domestik, investor menantikan rapat dewan gubernur BI yang diperkirakan akan mempertahankan suku bunga.
Dengan asumsi tersebut, maka Rupiah diperkirakan akan berkonsolidasi karena tekanan dolar AS sepertinya sudah mereda. Dolar AS terlihat mulai overbought dan rentan koreksi.
Baca Juga: Kurs Rupiah Spot Anjlok 1,29% Sepekan ke Rp 15.874 Per Dolar AS Hingga Jumat (15/11)
Nanang menambahkan, pergerakan rupiah sepenuhnya memang masih dipengaruhi volatilitas dolar. Pengaruh dolar yang cukup kuat usai kemenangan Trump, membuat pelaku pasar makin optimistis bahwa kebijakan proteksionis Trump benar-benar Make America Great Again.
Optimisme di bawah Trump terlihat dari angka tenaga kerja Amerika salah satunya jobless claims yang menyusut, serta inflasi konsumen tahunan naik ke 2.6%. Kondisi tersebut membuka ruang pemangkasan suku bunga di Desember menjadi 25 basis poin (bps), dimana sebelumnya sempat tersirat pemangkasan sebesar 50 bps.
Dari dalam negeri, minggu depan pergerakan rupiah akan dipengaruhi kebijakan BI terhadap suku bunga acuan. Pada hari Rabu, 20 November mendatang, Rapat Dewan Gubernur BI akan diselenggarakan yang diekspektasikan suku bunga acuan tidak berubah pada level 6%.
Dengan berbagai faktor tersebut, Nanang memproyeksi rupiah akan bergerak pada kisaran level Rp 15.700 per dolar AS-Rp 15.980 per dolar AS di pekan depan. Sedangkan, Lukman memperkirakan rupiah akan berada di rentang Rp 15.700 per dolar AS–Rp 16.000 per dolar AS.
Selanjutnya: Genjot Produksi, Merdeka Battery (MBMA) Siap Operasikan Dua Proyek HPAL pada 2025
Menarik Dibaca: Penggunaan AMDK Galon Tak Ada Hubungannya dengan Penyebab Kemandulan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News