Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Aksi Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve yang mengerek suku bunga acuannya sudah diantisipasi sejak beberapa pekan lalu. Investor obligasi negara justru patut mewaspadai rencana kenaikan suku bunga acuan atawa Federal Funds Rate (FFR) sebanyak tiga kali pada tahun 2017.
Pertemuan The Fed pada 13 Desember 2016 - 14 Desember 2016 menyepakati kenaikan FFR sebesar 25 bps menjadi 0,5% - 0,75%. Imbasnya, kinerja pasar surat berharga negara (SBN) domestik (INDOBeX Government Total Return) per Kamis (15/12) terkoreksi 0,79% dibandingkan hari sebelumnya ke level 204,85.
Desmon Silitonga, Analis PT Capital Asset Management menuturkan, kenaikan suku bunga Negeri Paman Sam kemarin sejatinya sudah diantisipasi investor sejak beberapa waktu lalu. Lihat saja langkah investor asing di SBN yang membukukan penjualan bersih sebanyak Rp 19,58 triliun pada November 2016. Makanya koreksi yang timbul di pasar obligasi negara pekan ini tak terlampau dalam.
Senada, Analis Fixed Income MNC Securities I Made Adi Saputra menilai, membesarnya FFR dalam pertemuan tersebut sesuai prediksi dari para ekonom. Bahkan, dia menyambut positif aksi The Fed.
"Dari satu sisi, justru ini memberikan kepastian karena spekulasi kenaikan FFR sudah dimulai sejak pertengahan tahun 2016," ujarnya. Dengan salah satu ketidakpastian global menghilang, investor dapat lebih percaya diri dalam menyusun ulang portofolio investasinya.
Made justru mengingatkan pelaku pasar untuk mencermati rencana kenaikan FFR sebanyak tiga kali pada tahun 2017. Maklum, jika Presiden AS terpilih Donald Trump merealisasikan semua wacananya saat kampanye, inflasi negara tersebut berpotensi terkerek sesuai harapan The Fed yang dipatok 2%. Sebelum menaikkan suku bunganya, The Fed memang mematok beberapa syarat utama. Mulai dari inflasi, pertumbuhan ekonomi, upah, dan sektor tenaga kerja.
Jika The Fed meningkatkan suku bunga sebanyak tiga kali dengan total nilai 75 bps tahun depan, pasar keuangan negara berkembang berpotensi terperosok. Termasuk pasar obligasi pemerintah Indonesia. Nilai tukar rupiah juga akan melemah.
"Harus hati-hati di tahun 2017. Fokus AS tahun 2017 itu bagaimana memperbaiki ekonomi dalam negeri mereka," imbuhnya.
Minat investor asing terhadap SBN juga berpotensi menyusut. Maklum, likuiditas di dunia berpeluang mengecil di tahun 2017.
Sebab, Bank Sentral Eropa sudah memberikan sinyal pengurangan stimulus dari h 80 miliar menjadi € 60 miliar yang akan berlaku sejak April 2017.
"Padahal emerging market seperti Indonesia membutuhkan dana asing," tuturnya.
Desmon setuju, rencana kenaikan FFR sebanyak tiga kali tahun depan menjadi salah satu tantangan utama bagi pasar SBN. Terlebih, Jerman dan Prancis sebagai negara dengan perekonomian terkuat di Eropa akan menggelar pemilihan umum pada tahun 2017. "Kalau pemimpin yang terpilih model Trump, akan muncul ketidakpastian lagi," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News