kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Terregra Asia Energy genjot pengembangan pembangkit energi baru terbarukan


Jumat, 11 Mei 2018 / 16:11 WIB
Terregra Asia Energy genjot pengembangan pembangkit energi baru terbarukan
ILUSTRASI. PT Terregra Asia Energy Tbk


Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Terregra Asia Energy Tbk (TGRA) memulai proses konstruksi dua Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTMH) di Sumatra, disusul dua PLTMH lagi yang rencananya akan dilakukan konstruksinya pada semester II-2018.

Keempat pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT) itu ditargetkan bisa beroperasi pada tahun 2019-2020. 

Wakil Direktur Utama TGRA Lasman Citra mengatakan pada tahun 2019-2020 perseroan sudah bisa menikmati pendapatan dari sektor IPP EBT dengan kapasitas produksi sebesar 35 Megawatt (MW).

Selain dari keempat pembangkit itu, kata Lasman, tahun ini perseroan juga akan menyelesaikan proses feasibility study dua PLTA yang berlokasi di Sumatra dengan total kapasitas 375 MW, dan diharapkan pada tahun 2019 sudah bisa merampungkan finansial close. Sehingga, proses konstruksi bisa segera berjalan.

"Perseroan menargetkan pada tahun 2023 sudah bisa memiliki dan mengoperasikan PLTMH atau PLTA dengan total kapasitas mencapai 445 MW," terang Lasman saat acara Publik Ekspose di Jakarta, Jumat (11/5).

Ia menambahkan, TGRA melalui anak usahanya Terregra Renewables Pty Ltd akan merintis pembangkit EBT lainnya dibidang PLTS. Saat ini, sudah berlangsung perintisan PLTS di Australia dengan total kapasitas 25 MW.

Untuk PLTS itu, kata Lasman, perseroan sedang menuntaskan perizinan dan ditargetkan pada akhir tahun 2018 atau awal 2019 sudah mulai beroperasi.

"Perseroan juga mulai membangun proyek PLTS rooftop berskala kecil 1 MW, di Indonesia Timur dan akan mulai beroperasi pada kuartal ketiga tahun 2018," ungkap Lasman.

Namun sayangnya, ia enggan menjelaskan secara rinci berapa investasi yang dikeluarkan perseroan atas pengembangan pembangkit EBT itu.

Dalam laporan keuangan TGRA, pada Kuartal I-2018, perseroan berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 411,52 juta. Sebagai perbandingan, pada kuartal I-2017 perusahaan mencatatkan rugi bersih hingga Rp 1,85 miliar.

Kinerja positif itu ditopang pendapatan perseroan pada kuartal I-2018 yang mencapai Rp 6,69 miliar dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang masih nihil. Sedangkan laba kotor emiten berkode saham TGRA ini mencapai Rp 2,05 miliar dibandingkan kuartal I-2017 yang juga nihil.

Pendapatan usaha Terregra seluruhnya berasal dari penjualan barang dan jasa. Performa Terregra ini melanjutkan tren positif kinerja tahun 2017.

Direktur Utama TGRA Djani Sutedja menambahkan kenaikan pendapatan terutama ditopang peningkatan divisi solar panel melalui anak usaha PT Terregra Solar Power yang ikut memberikan kontribusi sebesar Rp 13,53 miliar.

Sepanjang tahun lalu, pendapatan Terregra berasal dari penjualan barang dan jasa. Dari pendapatan usaha tahun 2017 Terregra membukukan pendapatan sebesar Rp 37,92 miliar, naik 243,65% dibandingkan tahun 2016 yang hanya membukukan pendapatan sebesar Rp 11,03 miliar.

Tahun ini, kata Djani, pihaknya optimistis mampu mencatatkan kenaikan pendapatan secara berkelanjutan. "Optimisme ini berangkat dari faktor strategis dan sangat vitalnya kebutuhan energi listrik dalam mendukung perkembangan ekonomi suatu negara," ungkapnya.

Apalagi, kata Djani, pemerintah juga membidik target rasio elektrifikasi hingga mencapai 100% pada 2030 dan kebutuhan listrik diproyeksikan naik signifikan hingga lebih dari enam kali menjadi 1.205 TWg (tera watt hour) pada 2050 untuk skenario dasar atau mencapai 1.491 TWh untuk skenario tinggi.

Maka dari itu, Djani bilang, pemerintah tak bisa mengandalkan PLN saja. Perlu melibatkan sektor swasta sebagai produsen tenaga listrik.

Djani menambahkan diversifikasi usaha Perseroan dari penyedia barang dan jasa untuk pembangkit listrik, menjadi IPP yang berbasis EBT tetap berjalan lancar. "Walaupun disinyalir regulasi pemerintah di sektor EBT yang tidak konsisten dan pembebasan lahan masih menjadi momok yang harus diperhatikan," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×