Reporter: Yoliawan H | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa emiten yang memiliki lini bisnis di sekitar Lombok, Nusa Tenggara Barat, terkena dampak dari bencana gempa yang sedang terjadi. Sebut saja PT Pudjiadi and Sons Estate Tbk (PNSE). Emiten yang bergerak di bisnis perhotelan ini harus menutup salah satu cabang hotel mereka di Lombok.
The Jayakarta Hotel yang masuk dalam grup milik PNSE terpaksa harus ditutup sementara selama bencana gempa masih menimpa Lombok dan sekitar. Asal tahu saja, per Juli 2018 lalu hotel tersebut menyumbang 14,57% pendapatan perusahaan.
Melihat kondisi ini, analis Panin Sekuritas William Hartanto mengatakan, sebenarnya emiten yang sedang mengalami kondisi tersebut bisa memaksimalkan cabang hotel lain untuk menutup potensi pendapatan yang hilang di saat penutupan hotel.
“Kalau menutup cabang sudah pasti akan mengurangi pendapatan. Namun, untuk mengatasinya emiten bisa memaksimalkan pendapatan dari cabang lain yang daerahnya cukup potensial dan tidak terdampak bencana,” ujar William kepada kontan.co.id, Minggu (12/8).
Disisi lain menurutnya, dari sisi aset sebetulnya tidak perlu banyak yang dikhawatirkan karena kerusakan aset telah dilindungi dari skema asuransi yang dilakukan pihak perusahaan. Namun, bagi investor yang ingin masuk bisa wait and see hingga kondisinya sudah kembali stabil.
“Rekomendasi sahamnya, saya perhatikan pada dasarnya saham PNSE bukan saham yang likuid jadi investor tidak perlu terlalu khawatir. Selama harganya di atas Rp 1.000 boleh hold, karena potensi target jangka panjang di rentang Rp 1.700 sampai Rp 2.000,” ujar William.
Sekadar Informasi, hingga Juni 2018, pendapatan PNSE sebesar Rp 97,18 miliar yang terdiri dari pendapatan sewa kamar sebesar Rp 59,47 miliar dan pendapatan dari makanan dan minuman Rp 34,31 miliar, sisanya pendapatan departemental lain sebesar Rp 3,40 miliar. Total pendapatan tersebut naik 3,95% yoy dari tahun sebelumnya sebesar Rp 93,48 miliar.
Sayangnya dari sisi laba per Juni 2018, perusahaan mencatat rugi bersih sebesar Rp 7,26 miliar. Ditahun sebelumnya perusahaan masih mencatat laba bersih Rp 41,47 juta. Rugi bersih ini terjadi karena beban kantor pusat yang meningkat dari Rp 783,12 juta menjadi Rp 7,28 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News