kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Teddy Tjan: Meracik investasi di properti & saham


Sabtu, 01 Juni 2013 / 09:47 WIB
ILUSTRASI. Pemasangan PLTS di SPBU Pertamina.


Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Berinvestasi selalu seturut dengan perjalanan hidup seseorang. Itu pula yang dirasakan Teddy Tjan, Direktur Pemasaran PT Istana Argo Kencana, produsen peralatan elektronik merek Sanken. Strategi dan instrumen investasinya berkembang mengikuti perjalanan karier profesionalnya.

Seperti kebanyakan orang, awal mula kegiatan investasi Teddy berawal dari kebutuhan primer. Selepas menikah, Teddy bersama sang istri, Linawati Lie, membutuhkan rumah sebagai tempat tinggal keluarga baru.

Ia membeli rumah pertamanya di bilangan Kemang Pratama, Bekasi.  "Saya membeli dengan cara kredit pemilikan rumah (KPR)," tutur Teddy. Kini, rumah itu menjadi sumber pendapatan pasif (passive income) Teddy karena rumah tersebut disewakan kepada orang lain.

Selepas melunasi rumah pertama, Teddy ternyata sudah kepincut membiakkan duit di  sektor properti. Instrumen investasi Teddy bahkan melebar dari rumah ke kios dan tanah kosong.

Ayah dua orang anak ini membeli kios pertama kali di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Pusat pada awal tahun 2000-an. "Waktu saya beli harganya masih Rp 200 juta-an. Sekarang sudah naik 4,5 kali lipat," ujar Teddy.

Kendati demikian, dia tidak menjual kios tersebut. Teddy lebih memilih menyewakan kios tersebut sebagai sumber passive income lainnya. Sukses dengan kios pertama, Teddy terus rajin berburu kios terutama di pusat-pusat perbelanjaan yang baru berdiri.

Tapi ternyata, investasi kios ternyata tak semudah dikira. Investor harus cermat betul menilai sebuah pusat perbelanjaan itu bakal ramai pengunjung atau tidak. Salah-salah menilai bisa buntung didapat.

Sebab, Teddy pernah merasakan itu. Dia membeli kios di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Pusat. Ia berani membeli kios seharga sekitar Rp 300 juta-an itu karena menilai lokasi pusat perbelanjaan itu strategis. Ternyata, pusat perbelanjaan itu kurang ramai pengunjung. Alih-alih mendapatkan passive income dari sewa yang tinggi, kios miliknya itu kini dibiarkan menganggur. "Dikasih gratis juga tidak ada yang mau sewa," ungkap Teddy.

Kios itu sebenarnya ingin dijual oleh Teddy. Tapi, kebanyakan calon pembeli menawar kios itu dengan harga di bawah harga beli. Ia kemudian memilih untuk mendiamkan kiosnya meski harus tetap membayar biaya perawatan kepada pengelola gedung.

Rugi membeli BUMI

Selain properti, Teddy juga menjajal instrumen investasi lain, yaitu saham yang pergerakannya sangat fluktuatif bak roller coaster. Teddy membagi dananya untuk dua kepentingan. Sekitar 60% investasi jangka panjang  dan 40% investasi jangka pendek (trading).

Seperti pada umumnya, keputusan membeli saham untuk investasi jangka panjang selalu berbasis kondisi fundamental emiten bersangkutan. "Saya lihat betul portofolio bisnisnya, arus kasnya maupun price to earning ratio (PER) saham itu," kata Teddy.

Sudah banyak saham yang memberikan untung jumbo. Ia mencontohkan saham PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), PT Adira Dinamika Multifinance Tbk (ADMF) dan PT Astra International Tbk (ASII). "Untung dari memiliki  KLBF sudah hampir dua kali lipat, padahal saya baru pegang sejak awal tahun ini," ungkap Teddy.

Untuk trading jangka pendek, strategi Teddy sederhana. Dia biasanya mengikuti seorang temannya yang ciamik bermain saham. Strategi ini ternyata kerap memberikan untung bagi Teddy. Tapi tentu rugi pasti pernah ia alami. Ia mengaku pernah menelan rugi cukup besar dari pembelian saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) . Toh, ia tak kapok. "Trading saham itu seperti taruhan sepakbola. Ini untuk uji nyali," kelakar dia.     

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×