Reporter: Raka Mahesa W | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Satu lagi emiten perkebunan yang berniat menjajal manisnya bisnis gula. PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) mulai bersiap menekuni bisnis pemanis ini.
Sebagai langkah awal, TBLA akan membangun pabrik gula rafinasi berkapasitas 600 ton per jam akhir tahun ini. Targetnya, di 2014-2015 nanti perusahaan perkebunan ini bisa membangun industri gula terintegrasi.
Perseroan ini sudah menyiapkan lokasi pembangunan pabrik di Way Lunik, Lampung. Pabrik ini akan mengolah gula mentah hasil impor menjadi gula rafinasi.
Nantinya pabrik ini akan dikelola oleh anak usaha TBLA, yakni PT Adi Karya Gemilang. Untuk pasokan gula mentah, perseroan ini akan mencari dari Brazil atau Thailand.
Untuk jangka panjang, TBLA juga berniat memiliki kebun tebu sendiri. Emiten tersebut juga berniat membangun pabrik penggilingan tebu menjadi gula mentah. Tapi pihak TBLA masih enggan menjelaskan lebih jauh soal rencana tersebut.
Perusahaan sawit ini berniat masuk ke bisnis gula lantaran melihat kebutuhan yang tinggi. Sementara pasokan tidak mencukupi.
Saat ini, kebutuhan industri mencapai sekitar empat juta ton per tahun. "Produksi dalam negeri baru sekitar dua juta ton," kata Hardy, Sekretaris Perusahaan TBLA, Kamis (24/11). Rencananya, perseroan ini akan menjual gula hasil produksi ke industri makanan.
Langkah TBLA masuk ke bisnis gula ini menyusul PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI). Perusahaan perkebunan milik grup Astra ini tengah sibuk mencari lahan di Papua untuk dijadikan perkebunan tebu.
Selain itu, AALI juga berniat membangun pabrik gula di lahan tersebut. Dengan demikian, AALI memiliki fasilitas terintegrasi dari hulu ke hilir di bisnis gula. "Hanya dengan begitu kami bisa mendapatkan keunggulan kompetitif dibanding produsen lainnya," kata Santosa, Direktur AALI, beberapa waktu lalu.
Kalau AALI masih sibuk mencari lahan, TBLA sudah memasang target mengoperasikan pabrik gula secara komersial akhir 2012 atau awal 2013. "Kontribusi penuh pabrik pada kinerja perseroan baru terasa tahun 2013," imbuh Hardy.
Dalam hitungan TBLA, penjualan dari pabrik gula rafinasi tersebut akan berkisar antara Rp 1,31 triliun-Rp 1,53 triliun. Perhitungan ini dibuat menggunakan asumsi pabrik tersebut memproduksi gula setiap hari dengan harga di kisaran Rp 6.000-Rp 7.000 per kilogram (kg).
Pinjaman bank
TBLA menyiapkan investasi sebesar Rp 500 miliar untuk membangun pabrik gula rafinasi tadi. Sedang AALI menyiapkan dana Rp 2 triliun, yang akan digunakan untuk akuisisi lahan sampai membangun pabrik gula.
TBLA akan memenuhi sekitar 65% kebutuhan dana dengan menggunakan pinjaman perbankan. Sementara sisanya akan dipenuhi dari kas internal perseroan. "Sudah ada komitmen dari bank lokal, tinggal tanda tangan saja," ujar Hardy optimistis.
Investasi pembangunan pabrik gula tersebut masuk dalam belanja modal TBLA tahun depan yang totalnya sebesar Rp 1,2 triliun. Perseroan ini juga akan menggunakan capex untuk membangun satu pabrik kelapa sawit berkapasitas 45 ton per jam senilai Rp 100 miliar. Selain itu, TBLA juga akan membangun dermaga dengan investasi Rp 100 miliar.
Arief Fahruri, Analis Mega Capital Indonesia, menilai diversifikasi usaha TBLA ini akan berdampak positif bagi kinerja. Alasannya, bisnis ini sejalan dengan bisnis utama, yakni perkebunan. “Kebutuhan gula sebagai bahan baku juga akan meningkat,” kata dia. Apalagi, TBLA bisa mendapatkan pengganti pendapatan jika harga CPO turun.
Arief menuturkan saham TBLA layak dikoleksi bagi investor yang memiliki horizon investasi jangka panjang. Ia menilai, harga TBLA masih murah, karena price to earning ratio (PER) masih di bawah 10 kali, jauh di bawah PER industri, yaitu 15 kali.
Harga TBLA, kemarin, tidak bergerak dari Rp 590 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News