Reporter: Annisa Aninditya Wibawa | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui kenaikan tarif listrik terhitung 1 Mei tahun ini. Bagi emiten yang masuk ke kategori konsumen 1-3, kenaikan tarif listrik sebesar 8,6% per dua bulan sekali. Sehingga sampai akhir tahun, kenaikannya bisa mencapai 38,9%.
Kepala Riset Reliance Securities, Wilson Sofan mengatakan, emiten sektor manufaktur dan industri, di kawasan industri sekitar Jakarta, akan terpukul kenaikan tarif setrum ini. Ia mencontohkan, PT Astra International Tbk (ASII), PT United Tractors Tbk (UNTR), PT Martina Berto Tbk (MBTO), dan PT Hexindo Adiperkasa Tbk (HEXA).
Menurut Wilson, beban biaya emiten tersebut akan membesar, sehingga margin pun bakal menyusut. Dia memperkirakan, kenaikan tarif listrik ini bisa memotong margin laba usaha sekitar 20% hingga akhir 2014.
Namun, emiten yang memiliki pabrik di luar Jakarta dan memiliki power plant sendiri, kenaikan tarif listrik tetap akan membebani namun tidak terlalu besar. Sebab, mereka bisa memanfaatkan sumber energi lain seperti batubara, dan gas.
Sebagai contoh, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) dan PT Semen Indonesia Tbk (SMGR). Wilson memperkirakan, margin kedua emiten semen hanya akan tergerus sekitar 5%-10% sampai akhir tahun ini.
Emiten lain yang berpotensi tersetrum kenaikan tarif listrik adalah PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI), serta PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS). Menurut Kepala Riset Trust Securities, Reza Priyambada, beban listrik emiten ritel tersebut cukup besar. Dus, kalau tarif listrik naik, margin emiten itu bisa terpangkas 5%.
Reza menduga, emiten akan membebankan kenaikan tarif listrik itu ke harga jual. "Selama permintaan pasar masih ada, posisi para emiten ini masih aman," ujar dia. Dia justru mengkhawatirkan, kenaikan tarif listrik ini akan membuat harga bahan baku ikut naik sehingga para buruh meminta kenaikan upah minimum regional (UMR). Jika terjadi, ia yakin, margin emiten bisa tergerus lebih dari 20%.
Tak mempengaruhi
Sejumlah emiten mengaku, kenaikan tarif listrik tak terlalu mengganggu kinerja mereka. SMGR, semisal, mengklaim tak akan terpengaruh kenaikan tarif listrik. Sekretaris Korporasi SMGR, Agung Wiharto menjelaskan, ada dua jenis tarif listrik di pabrik SMGR. Pertama, tarif listrik yang bergerak mengikuti tarif PLN. Kedua, tarif listrik yang berdasar dari kesepakatan dengan PLN.
Nah, sebagian besar biaya listrik SMGR ini justru bersumber dari kerjasama secara business to business. "Tarifnya tergantung kesepakatan. Referensinya dari harga batubara," jelas Agung.
Dia juga bilang, hanya pabrik di Padang yang masih menggunakan listrik mengikuti tarif PLN. "Dari 80 megawatt yang dimiliki di situ, sekitar 70 megawatt masih mengikuti tarif listrik," imbuh Agung. Dia juga bilang, biaya listrik dalam struktur produksi semen per ton sekitar 11%. Sehingga dengan kenaikan tarif listrik. biaya produksi SMGR akan naik 1%-2% terhadap total biaya.
Sementara, ASII mengaku belum bisa memperhitungkan seberapa besar pengaruh kenaikan tarif listrik tersebut terhadap beban perseroan. "Ini baru diberlakukan per Mei 2014. Jadi, kami masih ada waktu untuk memperhitungkan," ucap Yulian Warman, Head of Public Relation Division ASII, Rabu, (22/1).
Dia bilang, setiap pabrik memiliki perhitungan yang berbeda-beda. Pihaknya pun perlu mengecek pada masing-masing pabrik mobil. Per September 2013, beban pokok pendapatan ASII senilai Rp 116,46 triliun, naik tipis 0,5% year on year.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News