Reporter: Namira Daufina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Lewat dukungan fundamental dalam negeri yang dipandang lebih baik di tahun 2017, rupiah diproyeksi punya tenaga untuk meredam dominasi keunggulan USD. Rentang pergerakan rupiah sepanjang tahun ini pun diperkirakan akan lebih sempit dan minim volatilitas.
Mengutip Bloomberg, Rabu (4/1) pukul 09.40 WIB posisi rupiah melemah tipis 0,04% ke level Rp 13.470 per dollar AS dibanding hari sebelumnya. Sementara ,di kurs tengah Bank Indonesia nilai tukar rupiah merosot 0,36% di level Rp 13.485 per dollar AS.
Eric Sugandi, Chief Economist SIGC (SKHA Institute for Global Competitiveness) menuturkan kekuatan rupiah di tahun 2017 masih dipandang positif. Jejeran katalis yang membalutnya mulai dari proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun yang bisa menyentuh level 5,2% dibanding tahun 2016 yang diperkirakan 5,0% serta inflasi yang terjaga di level 3,5% akan menjaga posisi rupiah.
Belum lagi defisit transaksi berjalan diduga bisa 2,5% dari nominal PDB dan terakhir defisit APBN terkontrol di level 2,5%. Proyeksi ekonomi domestik yang kinclong ini, jelas akan memicu daya tarik dan arus dana masuk ke pasar saham dan keuangan dalam negeri.
"Aktivitas ekonomi yang membaik juga diharapkan datang dari sektor konsumen dan kepercayaan pelaku pasar baik asing dan domestik yang mempertahankan arus dananya tetap di pasar internal," tutur Eric. Apabila performa ekonomi dalam negeri mampu dipertahankan maka gempuran dari eksternal bisa diredam.
Pasalnya dari sisi eksternal ada beberapa hal yang perlu diwaspadai. Pertama, pelantikan Donald Trump, Presiden AS pada pertengahan Januari 2017 nanti hingga realisasi kebijakan Trump ke depannya. Jika kebijakan Presiden ke - 45 AS tersebut mendukung genjotan ekonomi AS, bukan tidak mungkin laju kenaikan suku bunga dan pengetatan moneter The Fed akan terus berlanjut.
"Nantinya beban terbesar akan datang jika The Fed benar menaikkan suku bunga tiga kali dengan proyeksi sebesar 75 bps secara total. Itu akan memojokkan pergerakan rupiah," tutur Eric. Tentu juga dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi global seperti Eropa dan China yang diduga masih akan dirudung katalis negatif akibat perlambatan ekonomi yang belum pulih sepenuhnya.
Eropa akan dihadang oleh gejolak geopolitik akibat pemilu yang berlangsung di Prancis, Jerman, Itali dan Belanda. Belum lagi proses pemisahan Inggris dari Uni Eropa. Pelemahan euro akan menguntungkan USD yang bisa terus melenggang unggul. Sementara dengan lonjakan aktivitas ekonomi AS, di saat yang sama pelaku pasar global masih memandang China akan terus bergelut dengan aktivitas ekonomi yang belum membaik. Walau tidak seburuk tahun 2016 lalu.
"Penting melihat realisasi kebijakan Trump dan The Fed di paruh pertama 2017, hal ini akan memicu rentang rupiah sepanjang semester satu 2016 akan cenderung melemah ke level Rp 13.600 per dollar AS," perkiraan Eric.
Nantinya setelah jelas langkah yang diambil AS, fundamental dalam negeri yang stabil seperti proyeksi sebelumnya bisa menopang penguatan rupiah ke level Rp 13.300 per dollar AS di penutupan 2017. Karena menurut Eric biasanya setelah membaca tren pergerakan tengah tahun, antisipasi dan kekuatan domestik bisa membawa rupiah lebih baik di akhir tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News