Reporter: Dina Farisah, Wahyu Satriani | Editor: Wahyu T.Rahmawati
JAKARTA. Koreksi di pasar finansial menyebabkan indeks reksadana semua produk mencatat kinerja negatif hingga akhir pekan lalu. Kinerja terburuk terjadi pada indeks reksadana pendapatan tetap yang mencetak return minus 5,73%, diikuti reksadana saham minus 4,62%.
Sedangkan, indeks reksadana campuran yang mengkombinasi instrumen saham dan obligasi, hanya turun minus 2,71%. Anjloknya pasar saham memicu penurunan. Pasalnya, hingga 10 April lalu, indeks reksadana saham masih 12,95% (lihat tabel).
Para manajer investasi harus bekerja keras untuk mencetak return positif hingga akhir tahun. Terutama untuk produk reksadana pendapatan tetap dan campuran yang beraset obligasi.
Direktur PT Infovesta Utama, Parto Kawito menduga, reksadana pendapatan tetap masih sulit terdongkrak. Sebab, naiknya inflasi di China dan di Amerika Serikta (AS) mendorong kecenderungan berlanjutnya tren kenaikan suku bunga. Ia menduga, BI rate masih berpotensi naik 25 basis poin - 50 basis poin.
Selain itu, pasar obligasi juga relatif tertekan lantaran belum jelasnya batas akhir pemberian insentif pajak obligasi. "Sentimen positif bagi pasar obligasi belum terlihat. Pasar obligasi masih flat pada Agustus hingga September," kata Parto.
Parto menduga, return reksadana pendapatan tetap hingga akhir tahun hanya 0%. Menurut dia, investor dapat mengalihkan minimum 50% portofolio yang dibenamkan di reksadana pendapatan tetap ke instrumen alternatif seperti deposito maupun reksadana pasar uang.
Para manajer investasi (MI) juga belum optimistis menantikan sentimen pasar yang mampu mengerek kinerja reksadana pendapatan tetap. PT Bahana TCW Investment Management mengandalkan aset dasar berupa surat utang negara (SUN) bertenor pendek hingga menengah untuk produk baru reksadana pendapatan tetap Bahana Provident Fund. "Kondisi pasar belum confidence. Kami belum berani masuk di surat utang jangka panjang," ujar Edward P. Lubis, Presiden Direktur Bahana TCW Investment Management, beberapa waktu lalu.
Bahana tetap meluncurkan produk ini di tengah ketidakpastian pasar. Edward mengatakan, yield obligasi seri acuan sudah sangat menarik. Yield tersebut lebih tinggi dari angka inflasi, sehingga pihaknya memanfaatkan momentum ini untuk masuk saat harga murah.
Meskipun demikian, saat ini Bahana masih berhati-hati memilih aset dasar. Bahana selektif memilih seri-seri SUN dengan durasi 5 tahun sampai 10 tahun. Seri SUN yang mengisi portofolio Bahana Provident Fund antara lain seri FR0063 dan FR0065. Sedangkan, obligasi korporasi pilihan Bahana terdiri dari obligasi PT Jasa Marga Tbk (JSMR), obligasi PT PLN, obligasi PT Pegadaian dan obligasi PT BTN Tbk (BBTN).
Direktur PT Danareksa Investment Management (DIM), Prihatmo Hari Mulyanto belum terlalu optimistis memandang kinerja reksadana pendapatan tetap. Saat ini, produk reksadana pendapatan tetap DIM berlabel Danareksa Melati Pendapatan Tetap juga masih membenamkan aset pada SUN jangka pendek dan menengah.
Direktur Emco Asset Management Hans Kwee mengatakan, Emco mengoleksi obligasi-obligasi milik negara lantaran risikonya yang lebih kecil ketimbang obligasi korporasi.
Sedangkan untuk pemilihan saham, Emco fokus pada saham badan usaha milik negara (BUMN). "Kami mengambil saham BUMN besar yang punya program buyback seperti TLKM, PGAS, SMGR, JMSR, dan BMRI," ujar Hans.
Kinerja Reksadana | |||
Kinerja Indeks | YTD 10 April 2013 | YTD 23 Agustus 2013 | |
Indeks Harga Saham Gabungan | 12.99% | -3.40% | |
Indeks Reksadana Saham Infovesta | 12.95% | -4.62% | |
Indeks Reksadana Campuran Infovesta | 8.35% | -2.71% | |
Indeks Reksadana Pendapatan Tetap | 0.56% | -5.73% | |
Indeks Obligasi Negara Infovesta | -0.29% | -6.99% | |
sumber: Infovesta Utama |
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News