kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sukuk negara kurang memikat


Jumat, 27 Mei 2016 / 08:03 WIB
Sukuk negara kurang memikat


Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Kepemilikan asing dalam surat berharga syariah negara (SBSN) alias sukuk negara masih rendah. Sukuk negara tak terlalu memikat investor asing karena kurang likuid.

Data Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan memperlihatkan, porsi asing di sukuk negara per 24 Mei 2016 hanya mencapai Rp 15,42 triliun atau sekitar 6,9% dari total outstanding Rp 223,56 triliun. Namun jika dibandingkan dengan posisi akhir tahun lalu yang sebesar Rp 8,14 triliun, kepemilikan asing telah melambung 89,43%. ​

Head of Debt Research Danareksa Sekuritas Yudistira Slamet menuturkan, wajar porsi asing dalam sukuk negara masih kecil. Sebab, sukuk negara kurang likuid dibandingkan surat utang negara (SUN) dengan total outstanding Rp 1.391,36 triliun per 24 Mei 2016.

Yudistira menerangkan, investor asing umumnya lebih menggemari obligasi dengan ukuran outstanding yang besar. "Selalu ada pasokan sehingga likuid dan mudah diperjualbelikan," jelasnya.

Asing mulai tertarik

Analis Infovesta Utama Beben Feri Wibowo sependapat, kepemilikan asing dalam sukuk pemerintah terbilang minim ketimbang porsi investor domestik. Sebab, investor asing biasanya menerapkan skema trading dalam strategi berinvestasi.

"Investor domestik masih mendominasi sukuk negara bisa jadi karena ingin mendapatkan kupon saja sehingga lebih nyaman memilih SBSN yang tidak terlalu fluktuatif," paparnya.

Namun, lonjakan kepemilikan asing sejak awal tahun mengindikasikan investor asing mulai melirik besaran kupon yang ditawarkan sukuk negara. Kupon sukuk umumnya lebih tinggi ketimbang surat utang konvensional.

Sebab, tingginya kupon sukuk menjadi daya tarik sebagai kompensasi atas likuiditas sukuk yang rendah. Apalagi sejak awal tahun 2016, pasar obligasi dalam negeri cenderung bullish.

Faktor pendorongnya, pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sebanyak tiga kali dengan total 75 bps menjadi 6,75%. Apalagi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan industri lembaga keuangan non bank untuk menggemukkan porsi surat berharga negara (SBN) dalam portofolio investasi mereka.

Beben memproyeksikan, porsi investor asing berpeluang menggemuk di waktu mendatang. Namun, ia optimistis investor domestik tetap menguasai pasar SBSN. Alasannya, strategi investor domestik yang hanya memperhatikan pendapatan kupon.

"Sehingga kepemilikan investor domestik di sukuk masih mengendap. Apalagi mereka didominasi institusi dan lembaga," terangnya.

Yudistira menduga, hingga akhir tahun 2016, porsi asing dalam sukuk negara akan berkisar 7%. Serupa, ia memproyeksikan, investor domestik masih akan tetap mendominasi pasar sukuk pemerintah.Menurutnya investor dalam negeri akan mengendapkan sukuk negara sampai jatuh tempo, bukan untuk trading.

"Supaya likuiditas sukuk meningkat, setidaknya harus ada satu seri sukuk yang dijadikan acuan atau benchmark," sarannya.

Jika pemerintah belum menerbitkan sukuk benchmark, Yudistira menilai, investor asing bakal enggan berburu sukuk.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×