Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren kenaikan harga emas yang masih berlanjut membuat investasi di safe haven emas semakin menarik di tengah banyaknya sentimen yang beredar di pasar keuangan global. Asal tahu saja, selain emas ada beberapa aset lainnya yang dianggap pasar sebagai safe haven atau aset imbal hasil dengan risiko rendah yakni currency seperti yen dan dolar AS, serta obligasi milik pemerintah.
Penasihat keuangan Finansia Consulting Eko Endarto mengatakan, meskipun banyak pilihan safe haven di pasar keuangan, namun yang masih cukup menarik saat ini adalah emas. Harapannya, hingga akhir tahun ada peluang bagi harga emas untuk tumbuh hingga 12%.
Baca Juga: Kenaikan harga emas sementara, reksadana saham bisa jadi pilihan investasi
"Biasanya kalai kondisi tidak menentu, emas jadi pilihan nomor 1, kemudian ke produk-produk obligasi pemerintah dan ketiga baru ke perbankan seperti ke deposito atau tabungan untuk jaga cash," jelas Eko kepada Kontan.co.id, Jumat (9/8).
Menurutnya, untuk jangka panjang tren harga emas masih akan meningkat. Namun bagi mereka yang baru akan masuk, sebaiknya ditahan terlebih dulu lantaran harga sudah terlalu mahal.
Baca Juga: Jadi pilihan utama safe haven, harga emas bisa menyentuh US$ 1.600 per ons troi
Di sisi lain, investor juga bisa melirik aset-aset yang sudah terdiskon banyak seperti saham atau reksadana saham untuk investasi jangka panjang. Adapun sektor yang bisa dilirik seperti saham milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sektor konsumsi dan konstruksi.
"Jadi, kalau mau investasi jangka panjang untuk 5-10 tahun, sekarang jadi kesempatannya biar dapat harga diskon," tambahnya.
Adapun tips bagi investor yang memiliki tipe konservatif, bisa mengalokasikan 10% dananya untuk cash, 50% untuk investasi jangka menengah seperti obligasi dan sisanya bisa dialirkan ke investasi jangka panjang seperti emas.
Baca Juga: Generasi millenial wajib memupuk dana darurat sejak dini
Sedangkan yang memiliki tipe moderat, disarankan untuk mengalokasikan 10% dananya untuk cash, 45% untuk investasi jangka menengah dan 45% untuk jangka panjang. Terakhir untuk investor yang memiliki tipe agresif, 10% dialokasikan untuk cash, 30% untuk investasi jangka menengah dan 60% untuk investasi jangka panjang seperti emas dan reksadana saham.
"Kalau untuk currency bukan aset yang berbentuk fisik, nilainya juga sangat bergantung pada negara penerbit. Jadi kami lebih memilih emas," pungkas Eko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News