Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten tancap gas untuk mengurangi ketergantungan terhadap bisnis batubara. Emiten melakukan transisi dengan melancarkan strategi diversifikasi melalui ekspansi ke bisnis baru, hingga melepas aset atau anak usaha yang terkait batubara.
Aksi terbaru dilakukan oleh PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) yang melepas dua aset Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan kapasitas total 200 Megawatt (MW). Divestasi ini dijalankan melalui penjualan seluruh saham TOBA di PT Minahasa Cahaya Lestari dan PT Gorontalo Listrik Perdana.
Nilai penjualan sekitar US$ 144,8 juta. “Penjualan ini merupakan bagian dari strategi kami untuk percepatan transisi perseroan ke bisnis berkelanjutan dan mendukung target kami untuk mencapai netralitas karbon pada tahun 2030," kata Direktur TOBA Juli Oktarina, dalam keterbukaan informasi, Selasa (8/10).
Baca Juga: Dongkrak Bisnis Non Batubara, Simak Strategi Emiten dan Rekomendasi Sahamnya
Aksi serupa dilakukan oleh PT Indika Energy Tbk (INDY) yang kembali melepas entitas anak usahanya. Kali ini, INDY melalui PT Indika Indonesia Resources menjual seluruh saham di PT Mitra Energi Agung (MEA), dengan nilai transaksi sebesar Rp 15 miliar.
Pada akhir September lalu, INDY melalui PT Indika Multi Properti melepas kepemilikannya di PT Trisetia Citagraha (TCG) senilai Rp 26,77 miliar. Pelepasan entitas usaha ini bukan aksi yang baru bagi INDY.
Divestasi perusahaan batubara telah beberapa kali dilakukan INDY, mulai dari melepas PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk (MBSS) di tahun 2021, PT Petrosea Tbk (PTRO) pada 2022 serta PT Multi Tambangjaya Utama pada Februari 2024.
Head of Corporate Communications Indika Energy, Ricky Fernando, mengungkapkan aksi divestasi, termasuk aksi teranyar penjualan MEA dan TCG merupakan bagian dari strategi INDY untuk mengoptimalisasi portofolio aset dan mengurangi eksposur pada bisnis batubara. Sekaligus untuk fokus pada diversifikasi portofolio bisnis.
Baca Juga: Indika Energy (INDY) Pacu Segmen Bisnis Non-Batubara
MEA dan TCG selama ini terkait dalam bisnis pendukung energi, namun kontribusinya relatif minim terhadap kinerja keuangan INDY. Ricky bilang, dengan divestasi ini INDY dapat memperkuat neraca keuangan dan meningkatkan fleksibilitas dalam berinvestasi di proyek-proyek yang lebih relevan dengan strategi jangka panjang.
"Pelepasan aset ini memungkinkan kami untuk mengalokasikan sumber daya ke sektor yang memiliki potensi pertumbuhan lebih besar, seperti energi terbarukan dan kendaraan listrik," kata Ricky kepada Kontan.co.id, Selasa (8/10).
Emiten lain yang getol melakukan diversifikasi di luar bisnis batubara adalah PT United Tractors Tbk (UNTR). Sekretaris Perusahaan UNTR, Sara K. Loebis mengungkapkan emiten dari Grup Astra ini masih membuka peluang melakukan ekspansi, termasuk melirik potensi akuisisi pada aset energi terbarukan maupun komoditas mineral strategis.
Langkah ini sebagai strategi untuk menggenjot kontribusi dari bisnis non-batubara terhadap pendapatan UNTR. "Kami optimistis menyeimbangkan kontribusi di tahun 2030 nanti," kata Sara.
Baca Juga: Indika Energy (INDY) Dorong Segmen Bisnis Non-Batubara
Langkah agresif lain dilakukan oleh PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), yang bersiap melepas PT Adaro Andalan Indonesia (AAI) sebagai pilar di bisnis batubara termal. Penjualan AAI merupakan bagian dari strategi ADRO untuk mencapai sekitar 50% total pendapatan dari bisnis non-batubara termal pada tahun 2030.
Setelah melepas AAI, ADRO masih memiliki sederet proyek yang digarap oleh pilar Adaro Minerals di bawah PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) dan pilar Adaro Green.
Di antaranya proyek pengembangan pertambangan batubara metalurgi, pengolahan aluminium dengan kapasitas 500 ktpa di Kaltara Industrial Park, pembangkit listrik tenaga angin berkapasitas 70 MW di Kalimantan Selatan, dan pembangkit listrik tenaga air berkapasitas 1.375 MW di Kalimantan Utara.