kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Strategi reksadana campuran Schroders menghadapi kenaikan suku bunga AS


Minggu, 28 November 2021 / 22:22 WIB
Strategi reksadana campuran Schroders menghadapi kenaikan suku bunga AS
ILUSTRASI. Kinerja di pasar saham berpotensi kan lebih tinggi dibandingkan pasar obligasi.


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keinginan Federal Reserve (The Fed) untuk mempercepat proses tapering off dan menaikkan suku bunga memunculkan gejolak di pasar modal. Strategi  Schroder Investment Management Indonesia dalam mengelola reksadana campuran jadi fokus ke aset saham untuk meningkatkan kinerja. 

Irwanti Investment Director Schroder Investment Management Indonesia mengatakan pengetatan kebijakan moneter dapat berdampak negatif ke pasar obligasi. Sejak keluarnya isu mengenai tapering off di akhir tahun ini sudah terjadi pula investor asing hengkang dari pasar obligasi. 

Namun, di satu sisi, Irwanti masih melihat yield Surat Utang Negara (SUN) relatif stabil didukung oleh investor domestik. 

Baca Juga: Aset Sequis Life meningkat 6% hingga kuartal ketiga 2021

Sementara itu, dampak isu kenaikan suku bunga AS yang lebih cepat ke pasar saham biasanya lagging, setelah terlihat dampak di pasar obligasi. Namun, Irwanti menilai posisi cadangan devisa, level current account deficit (CAD) Indoensia masih cukup kuat berkat kenaikan harga komoditas dan ini dapat menyokong kinerja pasar modal. 

Sementara, kepemilikan asing di SUN yang cukup rendah sekitar 21% akan membuat pasar modal Indonesia lebih defensif dalam menghadapi tapering off saat ini. 

Spread antara suku bunga The Fed dan Bank Indonesia (BI) juga masih cukup lebar, sehingga BI belum akan terburu-buru untuk menaikkan suku bunga. Apalagi, level inflasi di Indonesia masih rendah. 

Baca Juga: 7 Pilihan Investasi Untuk Pemula dan Karyawan

Namun, Schroders Indonesia menilai BI akan memulai pengetatan kebijakan moneter di tahun 2022 sehingga saat itu dapat menjadi tantangan untuk pasar obligasi. Sedangkan, pemulihan ekonomi diharapkan dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi di pasar saham. 

Di tengah kondisi ini, Irwanti memandang kinerja di pasar saham akan lebih tinggi dibandingkan pasar obligasi. Alhasil, dalam mengatur startegi pengelolaan reksadana campuran, Schroders Indonesia overweight di saham dibandingkan obligasi baik untuk produk reksadana campuran yang agresif maupun moderat. 

Fokus saham masih di sektor yang berpengaruh erat pada pemulihan ekonomi seperti perbankan, dan saham blue chip, dengan beberapa saham defensif di sektor konsumer dan kesehatan. Untuk porsi di obligasi, Schroders fokus pada obligasi pemerintah tenor pendek hingga menengah. 

Sedangkan untuk reksadana campuran konservatif, Schroders Indonesia tetap overweight di obligasi jangka pendek atau obligasi dengan tenor kurang dari 1 tahun untuk membatasi volatilitas NAB. Namun Irwanti turut menaikkan posisi saham di beberapa saham yang memiliki peluang.

Baca Juga: Tren akuisisi bank kecil bakal perkuat ekosistem digital pemegang saham baru

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×