kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Strategi emiten saat pendanaan tengah sulit


Selasa, 14 Juni 2016 / 08:00 WIB
Strategi emiten saat pendanaan tengah sulit


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Pihak perbankan mulai mengurangi pengucuran kredit ke sektor komoditas. Penyebabnya jelas, harga komoditas yang terus menggerus kinerja emiten sektor ini.

"Kondisi ini juga sejatinya sudah mulai terlihat sejak tahun lalu," ujar Michael Kusuma, Head of Investor Relations PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) kepada KONTAN, Jumat (10/6).

Kondisi seperti ini sebenarnya tidak melanda semua emiten sektor komoditas seperti crude palm oil (CPO) dan batubara. Perbankan hanya lebih selektif memilih calon debitur. Aset yang dimiliki menjadi salah satu pertimbangan. Lalu, jenis proyek yang menentukan performa emiten ke depan turut mempengaruhi kemudahan kucuran kredit.

SGRO justru tengah memproses pengajuan kredit. Michael bilang, pihaknya bahkan akan memperoleh pinjaman tidak hanya dari satu bank. "Ini untuk investasi dan modal kerja," ujar Michael.

Hingga kuartal I tahun ini, utang jangka pendek SGRO naik 5% dibandingkan periode sama tahun lalu. Utang jangka panjang dikurangi nilai jatuh tempo satu tahun naik 2% menjadi Rp 2,16 triliun.

Direktur dan Sekretaris Perusahaan PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) Hermawan Tarjono menilai, langkah yang diambil perbankan itu sejatinya wajar. "Ini karena persepsi risiko keuangan yang meningkat di mata perbankan untuk sektor komoditas," ujar Hermawan kepada KONTAN.

Pinjaman yang berkurang akhirnya akan membatasi potensi pertumbuhan kinerja. Sebab, sumber pendanaan ekspansi juga menjadi terbatas karena kehati-hatian yang diambil pihak bank.

Hermawan menambahkan, proyek yang sedang dijalani juga turut mempengaruhi keputusan bank berani mengucurkan kredit atau tidak. Misalnya, pendanaan untuk proyek pembangkit listrik. Sektor perbankan melihat, proyek ini memiliki potensi yang besar apalagi jika dikaitkan dengan program kelistrikan 35.000 MW oleh pemerintah.

Sektor ketenagalistrikan khususnya pembangkit listrik dipandang berprospek cerah. Sentimen ini juga yang membuat DSSA terlihat masih mudah mencari pinjaman. Dalam beberapa bulan terakhir, emiten batubara ini rajin menandatangani sejumlah fasilitas pinjaman.

Awal Juni, DSSA melalui anak usahanya PT DSSP Power Kendari menandatangani fasilitas US$ 150 juta dari China Development Bank Corporation. Pinjaman ini bertenor 12 tahun dan dan digunakan untuk membiayai proyek PLTU Kendari-3.

Sebelumnya, DSSA menandatangani perjanjian fasilitas kredit investasi dari Bank Mandiri. DSSA akan menggunakan pinjaman dengan plafon US$ 265,7 juta ini untuk mendukung proyek kelistrikan di Kalimantan.

Analis KDB Daewoo Securities Andi Wibowo Gunawan menambahkan, bukan hanya sentimen harga komoditas yang membatasi emiten sektor komoditas mencari pinjaman. Rasio utang yang tinggi bisa mempengaruhi.

Contoh, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) yang baru saja mengumumkan rencana rights issue dengan nilai Rp 4 triliun. Rights issue ini dilakukan salah satunya juga karena gearing ratio yang sudah cukup tinggi, sekitar 2,6 kali. Padahal, rerata gearing ratio industri di bawah satu kali.

Di jangka pendek, harga komoditas diprediksi akan merangkak naik. Ini karena kemungkinan besar level Fed rate masih akan ditahan dan melemahkan kurs dollar AS. "Biasanya dollar AS dan harga komoditas khususnya minyak memiliki korelasi berlawanan," tutur Andi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×