Reporter: Krisantus de Rosari Binsasi | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) terus berupaya untuk meningkatkan kinerjanya sepanjang tahun 2018 ini.
Perusahaan minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) ini masih membukukan kinerja yang kurang memuaskan pada triwulan ketiga tahun ini.
Corporate Communication DSNG Supriyadi Jamhir menuturkan, untuk meningkatkan kinerja dan juga menghadapi fluktuasi harga CPO, pihaknya telah menyiapkan strategi. "Kita akan melakukan efisiensi di semua lini untuk mengantisipasi masih lemahnya harga CPO," jelas dia kepada kontan.co.id pada hari ini (10/12).
Sesuai catatan KONTAN hingga kuartal III 2018, DSNG telah merealisasikan 70% dari total belanja modal alias capital expenditure (capex) yang sebesar Rp 600 miliar.
Emiten sawit ini menggunakan belanja modal untuk perawatan tanaman, infrastruktur, pembangunan pabrik kelapa sawit dan kebutuhan lainnya. Belanja modal tidak terserap sepenuhnya karena DSNG belum bisa untuk melakukan penanaman baru terkait izin high conservation value (HCV) dan lainnya.
Sementara untuk tahun 2019, Supriyadi masih enggan memberikan informasi yang lebih rinci. "Capex 2019 masih dihitung lebih lanjut guna menyikapi harga CPO yang rendah saat ini," tambahnya.
Selain itu, DSNG juga tengah berencana untuk mengakuisisi dua perusahaan kelapa sawit di Kalimantan Timur. Rencana tersebut telah mendapat persetujuan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang diadakan pada hari ini.
Adapun dana untuk akuisisi ini mencapai Rp 1,35 triliun. Nilai transaksi ini mencapai 39% dari ekuitas DSNG sehingga merupakan transaksi material. Sumber dananya berasal dari pinjaman bank dan kas internal.
DSNG akan membeli 286.100 saham Bima Palma Nugraha (BPN) senilai Rp 1 triliun dan 63.600 saham Bima Agri Sawit (BAS) senilai Rp 348,4 miliar. Nilai akuisisi ini sudah termasuk utang afiliasi dan utang bank perusahaan.
Dan bila tak ada aral yang melintang, akuisisi tersebut dapat dirampungkan pada akhir tahun ini sehingga pada tahun depan, kinerja operasional perseroan sudah dapat bersinergi dengan dua perusahaan tersebut.
"Setelah akuisisi ini, kami menargetkan produksi CPO sebesar 14% pada tahun 2019 nanti," papar Direktur Utama DSNG Andrianto Oetomo.
Lebih lanjut, Supriyadi mengungkapkan bahwa luas lahan tertanam DSNG sampai 30 September 2018 sebesar 90.288 hektare. "Luas lahan BPN dan BAS masih belum final, kami akan infokan setelah akuisisi," lanjutnya.
Bisnis kayu
Selain itu, Supriyadi juga menambahkan bahwa di tahun depan, pihaknya bakal meningkatkan segmen produk kayu. "Untuk segmen produk kayu, kami akan mengembangkan pasar baru di dalam negeri. Kami juga akan menyasar produk lain yang memiliki nilai tambah tinggi," katanya. Namun, ia belum memberikan penjabaran lebih lanjut terkait ekspansi tersebut di tahun depan.
Untuk diketahui, penjualan DSNG hingga kuartal III 2018 mencapai Rp 3,3 triliun, turun sebesar 13%.
Penjualan DSNG ditopang oleh segmen CPO yang menyumbang sebesar Rp 2,62 triliun atau turun 18% year on year (yoy). Sementara segmen produk kayu berkontribusi sebesar Rp 711,55 miliar atau naik 12% yoy.
Beban pokok penjualan juga turun 9% dari Rp 2,56 triliun pada kuartal III 2018 menuju Rp 2,33 triliun pada kuartal III 2018.
Alhasil, laba bersih DSNG pada triwulan ketiga tahun ini pun turun 19% menjadi Rp 277,25 miliar dari Rp 343,65 miliar pada triwulan ketiga tahun lalu.
Adapun harga rata-rata CPO DSNG hingga kuartal III 2018 mencapai Rp 7,5 juta per ton. Jumlah tersebut turun sekitar 7% dibandingkan harga rata-rata pada kuartal III tahun lalu yang sebesar Rp 8,1 juta per ton.
Selain itu dari sisi operasional, produksi Tandan Buah Segar (TBS) perseroan hingga kuartal III tahun 2018 tercatat sebesar 1,2 juta ton.
Jumlah tersebut mengalami kenaikan signifikan sebesar 31% dibandingkan pada kuartal kedua (April-Juni) tahun ini.
Sampai bulan September 2018, DSNG juga berhasil meningkatkan tingkat ekstraksi minyak sawit (Oil Extraction Rate/OER) menjadi 23,70%, naik dari 22,83% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Selain itu, perusahaan juga mampu mempertahankan tingkat Free Fatty Acid (FFA) pada level di bawah 3%.
Sedangkan pada segmen produk kayu, Persereoan mencatat kenaikan pada produksi panel yang mencapai 20% menjadi 61.000 m3, dengan harga penjualan rata-rata juga naik sekitar 15% menjadi Rp 5,9 juta per m3.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News