Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Beban utang turut menahan laju bisnis PT Steady Safe Tbk (SAFE). Total kewajiban SAFE lebih besar ketimbang nilai aset.
Ini yang menyebabkan nilai ekuitas Steady Safe tercatat minus alias mengalami defisiensi modal.
Di akhir September 2015, SAFE mencatatkan total aset hanya senilai Rp 11,44 miliar. Adapun total kewajiban perusahaan transportasi ini mencapai Rp 85,32 miliar. Alhasil, SAFE mencetak defisiensi modal senilai Rp 73,88 miliar.
Manajemen SAFE terus berupaya keluar dari krisis keuangan. Salah satu harapannya, kehadiran moda transportasi Transjakarta.
Lantaran Transjakarta telah menjadi sarana transportasi penting di wilayah Provinsi DKI Jakarta dan sekitarnya, SAFE tidak mau ketinggalan mengintip peluang tersebut. Emiten ini berencana terus menambah armada bus yang dimilikinya.
Direktur Utama SAFE John Pieter Sembiring pernah mengemukakan, pihaknya berencana menambah 102 unit bus. Selain untuk kendaraan baru, unit tersebut akan digunakan untuk peremajaan sejumlah kendaraan yang telah mereka operasikan.
"Ini karena Transjakarta bisa menopang kinerja kami," ujar John, beberapa waktu lalu.
Komitmen utang
SAFE perlu mengeluarkan rata-rata dana senilai Rp 2,2 miliar per unit bus. Untuk meremajakan kendaraan tersebut, manajemen Steady Safe mendapatkan komitmen pendanaan dari Samsung C&T Corporation.
Seperti diketahui, Steady Safe mengoperasikan kendaraan bus Transjakarta melalui sejumlah perusahaan konsorsium.
Steady Safe menggenggam kepemilikan 23,8% saham di PT Trans Batavia yang menjadi operator bus Transjakarta untuk koridor 2 dan 3.
Sedangkan di PT Jakarta Mega Trans, Steady Safe menguasai kepemilikan saham 41,18%.
Kemudian di PT Jakarta Trans Metropolitan, SAFE mengantongi kepemilikan saham 19,05%. Berdasarkan laporan keuangan Steady Safe hingga kuartal ketiga tahun lalu, pendapatan yang berasal dari layanan Transjakarta mencapai Rp 8,93 miliar.
Jumlah tersebut merosot 27% dibandingkan pendapatan di periode sama tahun sebelumnya. Yang pasti, pendapatan dari layanan Transjakarta masih menjadi penopang utama kinerja perusahaan.
Kontribusinya sebesar 99% terhadap total pendapatan SAFE. Dengan skema pembayaran per kilometer yang akan diterapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, maka kinerja keuangan SAFE diharapkan bisa membaik kembali.
Setidaknya, hal ini telah memberikan kepastian kepada operator bus terkait skema pembayaran yang selama ini masih menjadi polemik. SAFE akan mengoperasikan bus Transjakarta dengan menggunakan beberapa merek.
Jika menggunakan bus maksi merek MAN dibayar sebesar Rp 22.734 per kilometer. Apabila menggunakan bus merek Volvo akan dibayar senilai Rp 22.241 setiap kilometer.
Sumber pemasukan SAFE tampaknya sudah jelas yakni dari layanan Transjakarta. Kini tinggal menyelesaikan persoalan utang.
Sebagaimana diketahui, Steady Safe bakal melunasi utang kepada PT Infiniti Wahana dengan skema debt to equity swap atau mengkonversi utang menjadi saham. Total utang yang akan diubah menjadi saham mencapai Rp 22,33 miliar.
Skema yang akan didahului oleh penambahan modal tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (Non-HMETD) ini dilakukan lantaran kondisi keuangan SAFE tak memungkinkan untuk membayar kewajibannya ke kreditur.
Apalagi, berdasarkan hasil audit laporan keuangan SAFE per akhir Juni 2015, Steady Safe memiliki modal kerja bersih negatif dan membopong kewajiban melebihi 80% dari nilai aset. Dalam hal ini, manajemen telah mengumumkan, para pemegang saham setuju melakukan rencana tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News