Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) rupiah tak melulu menjadi kabar buruk di mata pelaku usaha. Paling tidak bagi PT Sri Rejeki Isman Tbk alias Sritex. Perusahaan yang bergerak dalam bisnis tekstil dan produk tekstil tersebut, justru berencana memanfaatkan kondisi tersebut dengan meningkatkan kontribusi ekspor.
Sritex ingin kontribusi penjualan ekspor tahun ini bertambah 5%. Sementara sasaran pasar mancanegara mereka ke negara-negara di kawasan Asia, Eropa, Australia, Timur Tengah dan Afrika.
Dari sejumlah alternatif itu, peluang pasar Afrika paling menjanjikan. "Khusus untuk Afrika saat ini memiliki potensi yang baik juga karena adanya dukungan dari beberapa lembaga keuangan untuk mendukung perluasan ekspor ke sana," ujar Welly Salam, Sekretaris Perusahaan PT Sri Rejeki Isman Tbk kepada Kontan.co.id, Jumat (6/7).
Asal tahu, komposisi penjualan ekspor dan domestik Sritex sejatinya tak terpaut terlampau jauh. Tahun lalu, penjualan ekspor tercatat US$ 404,87 juta atau sekitar 53,32% terhadap total penjualan bersih US$ 759,35 juta. Sementara penjualan ke pasar dalam negeri mencapai US$ 404,87 juta atau 46,68% terhadap total penjualan bersih.
Hingga kuartal I 2018, penjualan ekspor masih lebih unggul ketimbang penjualan domestik. Kalau dihitung, penjualan ekspor berkontribusi 54,28% sedangkan penjualan domestik menyumbang 45,72%. (lihat tabel)
Agar perburuan pasar ekspor lancar, secara bersamaan Sritex menawarkan produk baru. Perusahaan berkode saham SRIL di Bursa Efek Indonesia tersebu menekankan pada jenis produk yang bisa memberikan nilai tambah sehingga bisa mendukung perolehan laba bersih.
Mengenai kemampuan produksi, Sritex tak khawatir karena tahun ini sudah ada penambahan kapasitas produksi benang, kain mentah, kain jadi dan pakaian jadi. Besar masing-masing penambahannya tediri dari 1,1 juta bales benang, 180 juta meter kain mentah, 240 juta yard kain jadi dan 30 juta potong pakaian jadi.
Kalau dibandingkan dengan catatan kapasitas produksi sebelumnya, peningkatan kemampuan produksi benang dan kain jadi hingga 100%. Kalau peningkatan kapasitas produksi kain mentah 50% dan pakaian jadi 80%.
Anak usaha baru
Namun Sritex berharap, kemampuan produksi yang membesar tersebut tidak hanya untuk menopang kinerja ekspor semata. Mereka ingin penjualan tahun ini tumbuh secara keseluruhan. "Peningkatan utilitas sebagai strategi untuk mencapai target pertumbuhan penjualan 35% atau sekitar US$ 1,03 miliar," tutur Welly.
Target pertumbuhan kinerja tahun ini sekaligus memasukkan target dari dua anak perusahaan baru, yakni PT Primayudha Mandirijaya dan PT Bitratex Industries Pte Ltd. Menurut pemberitaan KONTAN sebelumnya, Sritex meneken perjanjian pembelian kedua perusahaan pada Februari 2018. Menurut perkiraan mereka, total penjualan kedua perusahaan sekitar US$ 180 juta–US$ 200 juta.
Hingga 31 Maret 2018, Primayudha dan Bitratex sudah memberikan kobtribusi terhadap total penjualan Sritex. Meskipun, besarannya belum signifikan. Hanya, manajemen perusahaan tak membeberkan nilai pasti kontribusi penjualan yang dimaksud.
Sepanjang tahun ini, Sritex telah menganggarkan dana belanja modal atau capital expenditure sebesar US$ 30 juta–US$ 40 juta. Mereka mengalokasikan belanja modal 2018 untuk merawat mesin dan menambah kapasitas produksi yang sudah terealisasi pada semester I.
Perlu diketahui, belanja modal tersebut di luar dana investasi untuk mengakuisisi perusahaan lain. "Jumlah tersebut di luar akuisisi yang telah selesai dilakukan oleh perseroan sebesar US$ 85 juta dengan US% 5 juta sudah dikeluarkan pada tahun 2017 dan sisanya dibayarkan pada awal Februari dan awal April 2018 lalu," beber Welly.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News