Reporter: Agustinus Beo Da Costa | Editor: Wahyu T.Rahmawati
JAKARTA. Sejak muda, Ferry Budiman Tanja, Direktur Utama Ciptadana Sekuritas, sudah getol berinvestasi. Awalnya di saham, kini investasinya menjalar ke properti.
Ia berkenalan dengan dunia pasar modal bukan secara kebetulan. Ferry kala itu adalah mahasiswa ekonomi di Universitas Trisakti, Jakarta.
Suatu hari di tahun 1988, ia mendapat tugas lapangan dari dosennya terkait pasar modal di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang saat itu masih bernama Bursa Efek Jakarta (BEJ). Hari itu, ada penawaran umum perdana saham sebuah bank swasta di BEJ. Seorang broker saham menawari Ferry untuk membeli saham bank tersebut.
Dengan niat belajar nekat langsung dari praktik, Ferry membongkar uang tabungannya sebesar Rp 2 juta untuk membeli 2 lot atau 200 saham Bank Ficorinvest dengan harga per Rp 10.500 per saham.
Niat coba-coba itu berbuah manis. Dua pekan kemudian, si broker menelpon Ferry dan mengabarkan bahwa harga saham bank swasta itu sudah melambung dua kali lipat. Ferry segera melepas saham bank itu dan meraih untung besar pertamanya.
Hari-hari selanjutnya, Ferry ketagihan bermain saham. Cuan pun semakin menggelembung. Bahkan, Ferry yang kala itu masih berstatus mahasiswa sudah bisa membeli rumah senilai Rp 100 juta di Puri Indah, Jakarta. "Kuliah saya sempat terganggu," kenang Ferry.
Namun, peruntungannya di pasar modal berubah sekejap di tahun 1991. Menteri Keuangan saat itu, JB. Sumarlin mengeluarkan kebijakan pengetatan moneter dengan tujuan untuk menekan laju inflasi yang membengkak pasca ekspansi kredit perbankan yang berlebihan dan tidak selektif. Bengkaknya inflasi ini merupakan konsekuensi dari paket kebijakan deregulasi di bidang moneter, keuangan dan perbankan tahun 1988 (Pakto 88).
Akibat pengetatan moneter itu, suku bunga kredit perbankan naik tinggi. Indeks Harga Saham Gabungan yang sempat mencapai rekor 638 di tahun 1990, rontok ke kisaran 200. Saham-saham yang digenggam Ferry ikut terguyur arus lesu pasar modal saat itu. "Habis sudah apa yang saya kumpulkan selama bertahun-tahun lewat trading," tuturnya.
Ferry pun sempat kelimpungan. Ia rugi hingga sekitar Rp 100 juta yang nilainya besar kala itu. Orangtuanya pun marah besar. Maklum, modal untuk bertransaksi saham merupakan pinjaman dari kedua orangtuanya. Pengalaman ini benar-benar membuat pria kelahiran Bogor 1969 ini kapok berspekulasi, apalagi dengan uang pinjaman.
Belajar setelah jatuh
Setelah lulus kuliah, ia melanjutkan kariernya di sebuah perusahan efek. Di sinilah Ferry mulai belajar bagaimana berinvestasi secara benar di saham dan pasar modal.
Ia menjadi semakin matang dan konservatif dalam berinvestasi. Ia mengurangi aksi spekulasi. Kalau dulu asal comot ketika membeli saham, kini Ferry lebih hati-hati.
Saham-saham konstruksi, properti, consumer good yang semi blue chip menjadi pilihan investasi jangka panjangnya. "Saya mengkoleksi beberapa saham, diantaranya Alam Sutera, Wijaya Karya dan Waskita Karya," ujar Ferry.
Selain berinvestasi di saham, sejak marak penawaran properti tiga tahun lalu, Ferry mengubah komposisi portofolionya. Kini 50% dari investasinya berada di bisnis properti.
Sama seperti berinvestasi di pasar saham, Ferry pun selektif memilih instrumen properti tempat ia menanam duit. Ferry memilih lokasi yang strategis dan memiliki prospek pengembangan ke depan.
Portofolio propertinya pun beragam. Ferry kini memiliki beberapa aset berupa lahan, ruang kantor, kavling dan unit-unit apartemen di Jabodetabek.
Prinsip berinvestasi bagi investor
Ferry Budiman Tanja, Direktur Utama Ciptadana Sekuritas, termasuk salah satu investor aktif di pasar modal. Dari hasil berinvestasi, ia bisa membeli rumah, menabung buat biaya pendidikan dua anaknya, dan mengajak keluarganya pelesir ke luar negeri.
Bagi para investor pemula, pria penggemar jalan-jalan ini membagi tipnya dalam berinvestasi. Ferry mengaku selalu menerapkan prinsip hidup pribadinya dalam berinvestasi. Prinsip itu ia ringkas dalam tiga kata iman, harapan dan kasih.
Iman berarti seorang pelaku pasar harus benar-benar yakin dengan saham atau portofolio investasi lain yang hendak dibelinya. Keyakinan itu didapat lewat proses belajar, membaca, berdiskusi dan mengkalkulasi fundamental dan prospeknya.
Untuk berinvestasi di saham, investor harus benar-benar tahu dan memahami fundamental saham tersebut. "Seorang investor, tidak boleh hanya mengambil keputusan hanya berdasarkan rumor, gosip dan kata orang," tambahnya.
Sementara harapan bermakna, investor haruslah seseorang yang punya cita-cita, impian dan harapan bahwa hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari depan harus lebih baik lagi. Jika orang tidak punya cita-cita dan harapan, ia mudah terjebak di zona nyaman dan tidak bergerak maju. Sedangkan, kasih bermakna, investor yang sukses, pintar dan punya ambisi tak boleh sombong. "Kalau attitude seseorang jelek, semua itu tidak berguna".
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News