Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Sinyal waspada datang dari bursa saham. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tertekan hebat sehingga longsor dalam beberapa hari terakhir.
Kemarin, IHSG terjungkal 1,80% ke 4.301,89. Sejak akhir bulan lalu, indeks saham terkoreksi 4,63%. Dana asing terus keluar dari pasar saham sejak awal bulan ini. Kemarin, net sell asing tercatat Rp 554,2 miliar. Sejak akhir Oktober, net sell asing sudah sebesar Rp 3,58 triliun.
Ada beberapa sentimen buruk yang membayangi pasar saham Indonesia. Pertama, keputusan Bank Indonesia (BI) mengerek suku bunga acuan atau BI rate sebesar 25 basis point (bps) menjadi 7,5%. Meski bertujuan menjaga nilai tukar rupiah dan defisit transaksi berjalan, di sisi lain kenaikan BI rate memicu perlambatan ekonomi dan menurunkan kinerja emiten.
Kedua, selain kenaikan BI rate, Kepala Riset BNI Securities, Norico Gaman menyatakan, investor juga mencemaskan posisi transaksi berjalan Indonesia. Maklum, per kuartal III-2013, transaksi berjalan defisit senilai US$ 8,45 miliar. Prediksi Norico, bulan depan BI kembali menaikkan BI rate. "Kemungkinan BI rate akan naik 25 basis poin untuk menekan defisit transaksi berjalan," katanya. Dus, IHSG bakal terjungkal lagi.
Satrio Utomo, Kepala Riset Universal Broker Indonesia memperkirakan, pasar masih panik dalam seminggu ke depan. Prediksi dia, IHSG bergerak di kisaran 4.200-4.800 hingga akhir tahun. Nah, Satrio dan Norico menilai, saat ini merupakan momentum yang bagus untuk mulai membeli lagi saham.
Norico misalnya menyarankan, sekarang saat yang pas membeli saham-saham dengan fundamental bagus, mumpung sudah terkoreksi dalam. Ia masih yakin, IHSG bisa kembali ke posisi 4.800 di akhir tahun ini karena terdorong aksi window dressing.
Hanya saja, Kepala Riset Sucorinvest Central Gani, Arief Budiman mewanti-wanti agar investor lebih hati-hati dalam jangka pendek dan menyarankan wait and see. Namun, bagi investor dengan visi investasi jangka panjang, bisa mulai mengoleksi saham-saham yang murah dan defensif. Misalnya, saham sektor telekomunikasi, infrastruktur, dan konsumer. Arief mencontohkan, saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) layak untuk diperhatikan. Ketiga saham itu dinilai sudah banyak terkoreksi dan bisa mulai dikoleksi.
Andy Ferdinand, Kepala Riset Batavia Prosperindo Sekuritas, menambahkan, spekulasi tentang rencana Bank Sentral Amerika Serikat (AS) mempercepat pengurangan stimulus juga menekan IHSG. Batavia memprediksi, IHSG di akhir tahun berada di level 4.650. Katalis pengangkat IHSG hanyalah window dressing yang juga belum tentu berdampak besar. Dus, investor asing diperkirakan bakal keluar dari pasar modal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News