Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek harga crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah masih belum menentu di tahun ini. Pasalnya, permintaan CPO diperkirakan masih lesu di tahun 2023.
Analis DCFX Futures Lukman Leong mencermati bahwa dari perekonomian China berpengaruh besar terhadap harga CPO. Pembukaan kembali ekonomi China yang dilanda covid-19 akan menjadi hal utama yang positif bagi permintaan.
Permintaan CPO dari China ataupun India diperkirakan akan meningkat, tetapi tingkat permintaannya masih di bawah level sebelum pandemi.
Hanya saja, permintaan dari China tersebut masih belum jelas. Semuanya tergantung pada perkembangan kasus covid-19 yang kemungkinan bisa saja melonjak pada liburan imlek 2023.
Di sisi lain, lanjut Lukman, negara-negara Eropa sebagai konsumen minyak sawit dalam jumlah besar telah berupaya menurunkan konsumsi impor minyak sawit secara bertahap dalam dua tahun terakhir.
"Perekonomian global yang melambat hingga potensi resesi juga akan memberikan sentimen negatif bagi penyerapan CPO," jelas Lukman saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (4/1).
Baca Juga: GAPKI Sebut Penurunan Rasio Ekspor CPO Tak Akan Berdampak Besar
Permasalahannya adalah produksi di Malaysia diperkirakan akan tetap meningkat 3%-5% tahun depan, sedangkan produksi Indonesia akan naik sekitar 3%.
Kelebihan pasokan ini dikhawatirkan tidak dapat diimbangi oleh permintaan yang masih lesu. Sehingga, kondisi tersebut berujung pada harga CPO yang bakal stagnan bahkan cenderung turun.
Meskipun, program biodiesel dari pemerintah Indonesia berpotensi meningkatkan permintaan sekitar 2 juta metrik ton CPO. Tetapi Lukman menilai secara keseluruhan, pasokan masih akan meningkat dan melebihi permintaan.
Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo menilai bahwa efek domino dari sejumlah kendala di tahun lalu masih akan menjadi pemicu penurunan harga CPO di tahun 2023.
Seperti diketahui harga minyak sawit turun lebih dari 10% di sepanjang tahun 2022, karena menurunnya permintaan. Hal tersebut imbas dari inflasi yang didorong oleh konflik geo-politik serta meningkatnya wabah Covid-19 di China. Selain itu, pertumbuhan ekonomi global telah dipangkas lebih rendah.
Di tahun 2023 ini penyerapan dari Tiongkok dianggap masih akan menjadi kendala. Dimana negri tirai bambu tersebut belum mampu keluar dari kebijakan ketat nol covid.
"Harga minyak CPO bisa terapresiasi dari adanya harapan aktivitas ekonomi global di China dapat mulai meningkat saat pandemi telah melewati puncaknya," imbuh Sutopo kepada Kontan.co.id,
Dari sisi produksi, Sutopo berujar, Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia mulai berupaya untuk melindungi pasokan CPO untuk program biodiesel.
Baca Juga: Amankan Pasokan Minyak Goreng Domestik, Kemendag Terapkan Aturan Baru Soal Ekspor CPO
Pemerintah Indonesia mengumumkan bahwa produsen minyak sawit kini hanya dapat mengekspor enam kali lipat dari persyaratan penjualan domestik karena ingin memastikan pasokan dalam negeri yang cukup.
Selain itu, pejabat Indonesia mengantisipasi pelemahan produksi musiman di kuartal I tahun 2023 sembari memperluas kebijakan untuk mengizinkan impor minyak nabati seperti minyak sawit.
Adapun Sutopo memproyeksikan rata-rata harga CPO akan diperdagangkan pada MYR 3.493 per ton di tahun 2023. Sedangkan, Lukman memperkirakan harga CPO masih akan turun dan berkisar MYR 3.200-3.500 per ton di tahun 2023.
Mengutip Tradingeconomics pada Rabu (4/1) pukul 19.15 WIB, harga CPO berada di level MYR 4.169 per ton. Angka ini sudah melemah 1,89% secara harian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News