kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Simak perbedaan seri SBR003 dan SBR002


Senin, 14 Mei 2018 / 14:32 WIB
Simak perbedaan seri SBR003 dan SBR002
ILUSTRASI. Pemerintah Resmi Membuka Masa Penawaran SBR003


Reporter: Dimas Andi | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah membuka masa penawaran Savings Bond Ritel seri SBR003 sejak 14 Mei hingga 25 Mei mendatang. Terdapat sejumlah perbedaan antara SBR003 dengan seri terdahulunya, yaitu SBR002.

Direktur Surat Utang Negara Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Loto Srinaita Ginting mengatakan, salah satu perbedaan antara SBR003 dan SBR002 terkait nilai minimum pemesanan.

Pemerintah menetapkan nilai minimal pemesanan SBR003 sebesar Rp 1 juta. Tiap investor ritel dapat memesan instrumen tersebut melebihi nilai minimalnya, asalkan tetap dalam kelipatan Rp 1 juta. Batas maksimal nilai pemesanan sebesar Rp 3 miliar. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan seri SBR002 dengan nilai minimal pemesanan Rp 5 juta dan maksimal Rp 5 miliar.

“Dengan nilai pemesanan yang rendah, kami berusaha membuat investor ritel yang berasal dari generasi milenial untuk berinvestasi pada obligasi negara,” kata Loto, Senin (14/5).

Perbedaan berikutnya pada acuan kupon yang digunakan. Kupon seri SBR002 ditentukan dengan menggunakan tingkat bunga penjaminan (LPS Rate), sedangkan kupon seri SBR003 mengacu pada suku bunga acuan BI 7-Day Repo Rate.

Sebagai informasi, kupon minimal sekaligus kupon untuk periode tiga bulan pertama SBR003 ditetapkan sebesar 6,80%. Angka ini berasal dari suku bunga acuan BI 7-Day Repo Rate terkini sebesar 4,25% plus spread tetap 255 bps atau 2,55%.

Selain itu, seri SBR003 seluruhnya ditawarkan kepada investor ritel secara online tanpa adanya kuota penjatahan kepada tiap mitra distribusi. Ini berbeda dengan SBR002 yang masih dijual secara manual dan tiap mitra distribusi mendapat kuota penjatahan.

“Dulu tiap mitra bisa bilang ke pemerintah bahwa mereka sanggup menjual Rp 100 miliar, lalu kami kasih dananya. Kemudian, dana tersebut dijatah kepada siapa saja yang berminat,” ungkap Loto.

Menurutnya, cara tersebut kurang efektif. Sebab, mitra distribusi memiliki kecenderungan untuk memberikan jatahnya kepada investor tertentu yang umumnya bisa memesan dalam jumlah besar.

Alhasil, investor ritel yang kebetulan memesan dalam jumlah minimal kesulitan mendapatkan Savings Bond Ritel, padahal investor tersebut melakukan pemesanan sejak awal masa penawaran. “Sekarang semua dilakukan secara online, jadi siapa cepat dia dapat,” imbuh Loto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×