Reporter: Benedicta Prima | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pekan depan, Bursa Efek Indonesia akan kedatangan emiten baru yaitu PT Mulia Boga Raya Tbk (KEJU) dan PT Palma Serasih Tbk (PSGO). Kedua perusahaan itu akan mencatatkan saham perdana pada Senin (25/11).
Produsen keju Prochiz PT Mulia Boga Raya Tbk menggelar initial public offering (IPO) dengan harga penawaran Rp 750 per saham. Sementara itu, perusahaan perkebunan dan industri pengolahan minyak sawit, PT Palma Serasih Tbk menawarkan saham dengan harga IPO Rp 105 per saham.
Baca Juga: Usai melemah dalam sepekan, bagaimana nasib IHSG pekan depan?
Adapun KEJU melepas 100 juta saham dengan harga nominal Rp 50, dan PSGO melepas 2,85 miliar saham dengan nilai nominal saham Rp 100.
Analis Anugerah Mega Investama Hans Kwee berpendapat, harga saham bagi keduanya tetap akan bergantung pada investor yang membeli sahamnya. Saham akan lebih berisiko jika saham yang dilepas ke pasar berjumlah besar dan dipegang oleh investor ritel.
Sebab yang terjadi, begitu saham masuk di pasar, investor ritel akan secara cepat memperdagangkannya. Sehingga harga saham berpotensi naik maupun turun secara signifikan. Berbeda ketika saham dipegang oleh standby investor yang bersedia menyimpan saham dalam jangka panjang, harga saham akan lebih stabil.
Padahal, lanjut Hans, yang terjadi di pasar ritel ini tidak sesuai dengan aturan yang ada. Ini yang menyebabkan beberapa emiten terkena auto reject bawah belakangan ini. Oleh karenanya, kini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mengetatkan pengawasan. "Sehingga kemungkinan harga saham untuk naik cenderung terbatas," ungkapnya lagi.
Baca Juga: Simak rekomendasi saham perbankan usai BI menurunkan GMW
Asal tahu saja, emiten tersebut sesungguhnya memiliki sentimen pasar yang positif. KEJU misalnya, saham emiten makanan dan minuman itu bisa menuai keuntungan lebih besar karena momentum natal dan tahun baru yang mendorong permintaan.
Di sisi lain, PSGO mendapat sentimen positif dari penguatan harga crude palm oil (CPO). Penguatan harga dikarenakan penerapan program B20, serta perang dagang antara Amerika Serikat dan China.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News