Reporter: Barratut Taqiyyah, Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup flat dengan kecenderungan melemah pada Jumat (22/4). Berdasarkan data RTI, pada pukul 11.30 WIB, indeks turun 0,06% menjadi 4.900,37.
Terdapat 129 saham yang melorot. Sementara, jumlah saham yang naik 126 saham dan 80 saham lainnya diam di tempat.
Volume transaksi siang ini melibatkan 2,730 miliar saham dengan nilai transaksi Rp 2,379 triliun.
Secara sektoral, ada delapan sektor yang memerah. Tiga sektor dengan penurunan terbesar di antaranya: sektor industri lain-lain turun 0,81%, sektor agrikultur turun 0,51%, dan sektor manufaktur turun 0,51%.
Saham-saham indeks LQ 45 yang berada di jajaran top losers siang ini di antaranya: PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) turun 2,6% menjadi Rp 7.500, PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) turun 2,31% menjadi Rp 1.055, dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) turun 1,76% menjadi Rp 1.955.
Di posisi top gainers indeks LQ 45 siang ini dihuni oleh PT Gudang Garam Tbk (GGRM) naik 2,82% menjadi Rp 67.350, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) naik 2,62% menjadi Rp 3.725, dan PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) naik 1,27% menjadi Rp 1.595.
Lana Soelistianingsih, ekonom Samue Sekuritas mengatakan, sentimen dari dalam negeri yang akan mempengaruhi market hari ini adalah keputusan Bank Indonesia (BI) yang menahan BI rate di level 6,75%, suku bunga depocit facility (FasBI) tetap 4,75% dan lending facility 7,25%.
BI juga mengumumkan target suku bunga 7 hari (reverse repo) sebesar 5,5% kendati target suku bunga tersebut baru akan efektif pada 19 Agustus mendatang.
"Suku bunga target tersebut dibawah suku bunga pasar (JIBOR) 7 hari 5,52308% sebagai indikasi BI melakukan kebijakan moneter yang ekspansi." kata Lana, Jumat (22/4).
Sementara, harga komoditas yang mengalami kenaikan karena naiknya permintaan dan akibat cuaca buruk akan menjadi penggerak pasar.
Harga 17 dari 22 komoditas mencatatkan return yang positif sebesar rata-rata 15% sejak 20 Januari lalu. Cuaca buruk di Amerika Selatan membuat gangguan produksi soy bean dan meningkatnya permintaan dari China. Di sisi suplai, produsen juga memangkas produksi dalam lima tahun terakhir.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News