Reporter: Dimas Andi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketidakpastian global yang berlangsung sepanjang Mei lalu membuat sebagian investor asing berbondong-bondong keluar dari pasar obligasi negara Indonesia.
Berdasarkan data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemkeu, investor asing melakukan penjualan bersih dari pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 10,78 triliun pada bulan lalu. Alhasil, nilai kepemilikan asing di pasar SBN menyusut menjadi Rp 949,56 triliun di akhir Mei.
Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Ahmad Mikail mengatakan, keluarnya aliran dana investor asing dari pasar obligasi domestik sangat dipengaruhi oleh risiko global yang meningkat seiring memanasnya perang dagang antara AS dan China di bulan lalu.
Asal tahu saja, 10 Mei lalu AS resmi menaikkan tarif impor produk China sebesar 25% untuk barang senilai US$ 200 miliar. China pun membalasnya dengan menaikkan tarif kepada produk impor AS sebesar US$ 60 miliar.
Apalagi, selama perang dagang memanas, China mendevaluasi mata uangnya agar penjualan ekspornya lebih kompetitif. Pelemahan yuan lantas memicu mata uang emerging market lainnya untuk mengalami hal serupa, termasuk rupiah.
“Akibatnya investor-investor asing yang ada di negara emerging market melakukan aksi net sell,” papar Mikail, Kamis (13/6).
Pengamat pasar modal Anil Kumar menambahkan, defisit neraca dagang Indonesia di April yang mencapai US$ 2,5 miliar juga membuat investor asing menjauhi pasar obligasi dalam negeri. “Baik sentimen eksternal maupun internal sama-sama kurang menguntungkan bagi investor asing,” katanya.
Dalam jangka pendek, peluang investor asing untuk kembali masuk ke pasar obligasi cukup terbuka. Stimulus bagi investor asing datang dari dinaikkannya peringkat kredit jangka panjang Indonesia oleh S&P Global Ratings dari BBB- dan BBB.
Sentimen ini mampu memperbaiki kondisi pasar obligasi Indonesia, sehingga yield Surat Utang Negara (SUN) seri acuan 10 tahun kembali bergerak turun ke level 7,67% pada hari ini. Di atas kertas, pulihnya pasar obligasi nasional dapat memicu kedatangan kembali investor asing.
Namun demikian, Mikail memandang efek kenaikan peringkat utang hanya terasa dalam beberapa pekan saja.
Faktanya, minat investor asing akan lebih dipengaruhi oleh kelanjutan perang dagang yang belum menentu. Terlebih lagi, AS kembali mengancam akan menaikkan tarif impor produk China senilai US$ 300 miliar jika tidak ada kesepakatan antar kedua negara dalam pertemuan KTT G20 akhir bulan ini.
Selain itu, agenda Federal Open Market Committee (FOMC) pada 19 Juni mendatang juga akan menjadi fokus bagi para investor asing. Sentimen ini sebenarnya berpotensi menjadi pemantik masuknya aliran modal asing ke pasar obligasi andai saja The Federal Reserves di luar dugaan mempercepat penurunan suku bunga acuan AS.
“Tekanan terhadap The Fed untuk segera menurunkan suku bunga acuan semakin besar,” imbuh Mikail.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News