Reporter: Agung Jatmiko | Editor: Wahyu T.Rahmawati
JAKARTA. Rupiah melemah cukup dalam selama sepekan terakhir. Pada penutupan, Jumat (31/5) di pasar spot, pasangan USD/IDR menguat 1,05% menjadi 9.877 dibanding harga penutupan pekan lalu. Sementara, kurs tengah dollar Amerika Serikat (AS) di Bank Indonesia (BI) menguat 0,22% menjadi 9.795.
Reny Eka Putri, analis Bank Mandiri mengatakan, selama sepekan terakhir pelemahan rupiah cenderung didominasi oleh faktor eksternal. Penguatan dollar AS di pasar uang global menekan posisi rupiah secara tidak langsung. Belum ada informasi baru dalam negeri yang mampu mendongkrak nilai tukar rupiah.
Kekhawatiran mengenai kenaikan harga bahan bakar minyak masih mempengaruhi psikologi pasar. Rupiah bisa mendapat momentum penguatan, bila data inflasi dan neraca perdagangan Indonesia positif.
Albertus Christian, analis Monex Investindo Futures menambahkan, kecenderungan pelemahan belum lepas dari pergerakan nilai tukar rupiah sepekan ini. Berbagai informasi justru memperkuat posisi dollar AS di pasar uang global. Indeks manufaktur China yang diprediksi melemah, bisa menekan rupiah di awal pekan depan.
Menurut Albertus, indeks manufaktur Indonesia yang masih diprediksi mengalami ekspansi, bisa mengurangi tekanan terhadap rupiah. Ditambah lagi, inflasi Indonesia year to year kemungkinan tidak akan banyak berubah sehingga tekanan terhadap rupiah lebih longgar.
Reny memprediksi, pergerakan rupiah cenderung flat to negative, di kisaran 9.780 - 9.880 sepekan mendatang. Sedangkan, Albertus memprediksi, rupiah berpotensi menguat terbatas di kisaran 9.780 – 9.985.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News