Reporter: Namira Daufina, Wuwun Nafsiah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pergerakan harga logam industri sejak awal tahun 2016 cukup positif. Sejumlah kebijakan pemerintah serta produsen dalam membatasi produksi dan menahan pasokan bisa membuat harga komoditas logam industri membaik.
Cuma, sentimen negatif masih membayangi komoditas ini. Yakni perlambatan ekonomi China dan rencana kenaikan suku bunga The Fed. Meski begitu, tak semua komoditas logam industri berprospek kelam.
Inilah ulasannya:
- Timah
Harga timah menguat terbantu pasokan ke pasar global yang menyusut. Mengutip Bloomberg, Jumat (3/6) lalu, harga timah untuk kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange melesat 1,94% ke level US$ 16.590 per metrik ton.
Sejak awal tahun harga timah sudah naik 13,98%. "Kebijakan Indonesia membuat pasokan global turut mengempis," jelas Wahyu Tri Wibowo, analis Central Capital Futures. Indonesia sebagai eksportir timah terbesar di dunia memperketat ekspor timah.
Kuartal I 2016, ekspor turun 50% menjadi 9.710 ton. Saat pasokan mengempis, permintaan timah global justru menggeliat. Ini terlihat dari laporan impor timah China kuartal I-2016 naik menjadi 2.400 ton.
Ini membuat Wahyu optimistis harga timah hingga akhir tahun 2016 bakal menanjak. "Dengan peluang kenaikan suku bunga The Fed hanya satu kali dan pasokan global tetap kecil, harga bisa terus mengarah naik ke level US$ 18.000 per metrik ton," prediksi Wahyu.
- Nikel
Mengutip Bloomberg, Jumat (3/6) lalu, harga nikel untuk kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange naik 0,29% ke US$ 8.495 per metrik ton dibanding hari sebelumnya. Namun, bila dihitung sejak awal tahun ini, harga terpangkas 3,68%.
Andri Hardianto, Research & Analyst Asia Tradepoint Futures bilang, penurunan harga nikel karena konsumsi global lemah hingga pasokan tidak terserap. Surplus produksi tahun ini diprediksi bisa 90.000 metrik ton.
"Ditambah Filipina muncul sebagai salah satu negara produsen terbesar nikel," kata Andri.
Tekanan fundamental ini juga membuat harga nikel merosot ke titik terendah di US$ 7.595 per metrik ton pada 11 Februari 2016 lalu. Ini adalah harga terendah sejak Desember 2002 silam. Harga nikel masih akan tertekan.
Spekulasi kenaikan suku bunga The Fed makin menguat turut membebani harga. Andri belum melihat ada faktor yang bisa mendorong harga nikel naik tahun ini.
Cuma, nikel tak akan kembali turun ke level terendah. Macquarie Bank memprediksi, permintaan nikel global tahun ini akan tumbuh 4,4% dibanding tahun lalu. Demo pekerja di salah satu tambang terbesar nikel Cerro Matoso milik South32 Ltd juga bakal memangkas pasokan.
Andri memprediksi, harga nikel akan bergulir di kisaran US$ 8.000–US$ 8.200 per metrik ton di akhir tahun 2016.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News