Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Kinerja emiten sektor barang konsumsi tahun lalu sempat tertekan oleh kenaikan beban pokok. Akibatnya margin laba emiten bisa kian tertekan di tahun. Meski demikian, beberapa emiten masih terus ekspansif.
PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) misalnya di kuartal I-2014. Laba bersih hanya Rp 1,36 triliun atau turun 5% year on year (yoy). Padahal penjualan bersih UNVR tumbuh 15,8% menjadi Rp 8,7 triliun.
Manajemen beralasan, kenaikan beban pokok membuat laba UNVR makin menciut. Selain itu, UNVR harus menderita rugi selisih kurs. Meski demikian, UNVR masih mempertahankan rencana untuk meluncurkan 50 produk baru. Angka tersebut sama seperti tahun sebelumnya.
PT Tiga Pilar Sejahtera Tbk (AISA) pun tak mau ketinggalan. Baru-baru ini AISA meresmikan pabrik beras di Sragen, Jawa Tengah. AISA kini tengah gencar mengembangkan produksi beras. AISA menargetkan dapat memasok 5% dari kebutuhan beras dalam negeri di 2020. Tak hanya itu, AISA juga memperbesar perusahaan yang berbasis perkebunan. Yakni dengan mengakuisisi perusahaan bernama PT Golden Plantation pada 28 Maret lalu.
Langkah ekspansif emiten konsumer grup Salim tak kalah gesit. PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) di Februari, meluncurkan produk minuman non alkohol. Kemudian baru-baru ini, ICBP kembali berekspansi dengan masuk ke pasar popok bayi.
Rencana ekspansi sejumlah emiten konsumer dinilai positif oleh analis. Analis BNI Securities, Ankga Adiwirasta mengatakan, ekspansi merupakan salah satu kekuatan emiten sektor konsumsi. Untuk mempertahankan pangsa pasar, sektor konsumer perlu melakukan inovasi dan diversifikasi produk.
Analis Batavia Prosperindo Sekuritas, Andi Ferdinand menilai langkah akuisisi, seperti yang dilakukan ICBP dengan memulai bisnis popok juga cukup positif. Meski ICBP tidak berpengalaman di bisnis tersebut, partner yang diajak kerjasama cukup mumpuni. ICBP joint venture dengan Oji Holdings Coorporation (OJI) untuk memproduksi dan memasarkan diapers. Namun dia menilai, ekspansi ICBP baru akan terasa di dua-tiga tahun mendatang.
Bisa bertumbuh
Analis Sinarmas Sekuritas, Christandi Reza mengatakan, sektor konsumsi akan mulai terlihat pertumbuhannya pada kuartal III dan IV di 2014. Di kuartal I dan II emiten konsumsi masih terkena imbas dari melemahnya rupiah di tahun lalu. Gaji karyawan pun naik sehingga menambah beban perusahaan. "Efek ke harga pokok penjualan baru terasa di kuartal berikutnya," ujar dia.
Namun, Ankga bilang, sektor konsumsi relatif lebih tahan terhadap gejolak perekonomian. "Sektor konsumsi ini menyediakan kebutuhan sehari-hari sehingga masih terus dicari," kata dia.
Sementara menurut Andi, sektor konsumsi punya berbagai cara untuk menjaga margin, salah satunya dengan menaikkan harga. “Kalau produknya sudah dikenal pasar, menaikkan harga tidak terlalu bermasalah,” ujar Andi. Tak heran, seperti UNVR dan ICBP cukup percaya diri menaikkan harga jual produk. UNVR telah menaikkan harga 4%-5% di Maret 2014, sementara ICBP telah menaikkan harga mi instan 10%.
Ankga menilai, kenaikan harga jual 4%-5% cukup wajar. Kenaikan harga ini menurut Ankga masih dapat dijangkau pembeli.
Untuk menekan biaya, emiten sektor konsumsi bisa efisiensi dengan cara mengurangi jumlah lembur, pemakaian listrik, dan lainnya. Karena itu, Andi yakin, sektor konsumer di tahun ini masih bisa bertumbuh lebih baik dari tahun lalu. Ini karena, rupiah yang semakin menguat dibanding tahun lalu dan momentum pemilihan umum yang menaikkan daya beli.
Ankga memberikan rating overweight untuk sektor konsumsi tahun ini. Sedangkan Christandi memperkirakan, pertumbuhan penjualan sektor konsumsi tahun ini bisa naik 9%. Sedangkan laba bersih bisa naik 27%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News