Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Neraca dagang disinyalir akan kembali mengalami surplus di Desember 2013. Otoritas moneter Bank Indonesia (BI) menilai akan terjadi surplus sebesar US$ 785 juta, setelah pada bulan sebelumnya surplus sebesar US$ 776,8 juta.
Sekadar mengingatkan, selama dua bulan berturut-turut yaitu pada Oktober dan November 2013 kondisi neraca dagang mengalami perbaikan positif. Setelah surplus US$ 24,3 juta di bulan Oktober 2013, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan di bulan November 2013 kembali mengalami surplus sebesar US$ 776,8 juta.
Deputi Gubernur BI Perry warjiyo menjelaskan, surplusnya neraca dagang di Desember ini akibat adanya surplus di neraca dagang non migas. berdasarkan data yang dipantau dan masuk ke BI sementara ini, estimasi neraca dagang non migas akan mengalami surplus sebesar US$ 2,2 miliar. "Kemarin di November hanya US$ 1,96 miliar," ujar Perry di Jakarta, Rabu (15/1).
Sehingga secara total, kondisi neraca dagang di triwulan IV 2013 mengalami surplus senilai US$ 1,6 miliar. Sedangkan, estimasi neraca perdagangan non migas di triwulan IV mengalami surplus senilai US$ 5 miliar.
Meskipun neraca non migas mengalami surplus, neraca migas masih saja mengalami defisit. BI melihat adanya potensi defisit migas sebesar US$ 1,4 miliar di Desember 2013. Secara keseluruhan di triwulan IV 2013, defisit neraca migas estimasinya mencapai US$ 3,37 miliar. Nilai ini naik dari defisit triwulan sebelumnya yang sebesar US$ 3,26 miliar.
Perry menilai, defisit migas yang masih terus terjadi ini adalah domain pemerintah. Kalau pemerintah menempuh kebijakan subsidi tetap untuk mengurangi beban impor, maka akan memperbaiki kinerja neraca dagang.
Ujungnya, penurunan current account defisit atawa defisit transaksi berjalan pun akan lebih cepat. Kepala Ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa berpendapat, surplusnya neraca dagang yang disinyalir terjadi tiga bulan berturut-turut ini memang menjadi salah satu pendorong obat kuat dari rupiah.
Menurut Purbaya, yang menjadi alasan utama membaiknya rupiah akhir-akhir ini adalah pada respon kebijakan yang dikeluarkan BI dan pemerintah. BI mempertahankan suku bunga di level 7,5%. Pemerintah pun memberikan sinyal untuk tidak mau memperlemah pertumbuhan ekonomi.
Kalau momentum pertumbuhan dijaga, maka rupiah akan menguat karena investor akan merespons dengan baik kebijakan tersebut. Sehingga, apabila momentum ini terus dijaga maka rupiah bisa kembali menguat ke level 10.500. Hari ini, Rabu (15/1), kurs tengah dolar AS yang dipatok Bank Indonesia ada di posisi Rp 12.077.
Di sisi lain, Ekonom Universitas Indonesia (UI) Lana Soelistianingsih menilai membaiknya nilai tukar rupiah yang terjadi sekarang ini lebih disebabkan permintaan akan dollar AS yang menurun. Penurunan ini akibat impor non migas yang turun sehingga neraca dagang pun mengalami surplus yang signifikan.
Selain itu, pembayaran utang pun mengalami penurunan. "Ini yang buat rupiah menguat," tandas Lana. Faktor cadangan devisa (cadev) yang mengalami kenaikan menjadi US$ 99,38 miliar juga memberikan sentimen positif bagi rupiah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News