Reporter: Namira Daufina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Setelah melambung ke level tertingginya sejak Mei 2015 lalu harga aluminium tersungkur. Beban datang dari lonjakan pasokan di LME dan kekhawatiran belum pulihnya permintaan global yang bisa memicu surplus aluminium di masa depan.
Mengutip Bloomberg, Kamis (19/1) pukul 11.51 WIB harga aluminium kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchnage tergerus 1,1% ke level US$ 1.1814,32 per metrik ton dibanding hari sebelumnya. Walau dalam sepekan terakhir harga masih terhitung naik 1,35%.
Andri Hardianto, Research and Analyst PT Asia Tradepoint Futures menjelaskan ada beberapa katalis negatif yang saat ini mempengaruhi pergerakan aluminium. Pertama dilaporkan, produksi aluminium China November 2016 naik 4,4% menjadi 2,8 juta ton dibanding periode yang sama tahun 2015 lalu. Hal ini salah satunya terjadi akibat upaya produsen China memanfaatkan keuntungan pasca kenaikan harga yang tajam di tahun 2016 lalu.
Kedua, hingga Rabu (18/1) kemarin, stok aluminium di LME naik 2% menjadi 2,29 juta ton atau merupakan level tertingginya sejak Juli 2016 lalu. Hal ini terjadi akibat kenaikan pasokan di Asia sebanyak 2,5% dan di Eropa sebesar 2,1%. “Tentunya ini menekan pergerakan harga karena dikhawatirkan kondisi global yang serba tidak pasti saat ini mengikis permintaan aluminium dan menyebabkan penumpukan pasokan,” tutur Andri.
Beban lain juga datang setelah pidato Gubernur The Fed, Janet Yellen pada Kamis (19/1) dini hari yang masih bernada hawkish mengenai prospek ekonomi AS ke depannya. Yellen masih optimistis sektor tenaga kerja dan target inflasi AS tahun 2017 ini mampu terkejar. Imbasnya, indeks USD kembali melambung dan mengikis harga komoditas dengan denominasi USD termasuk aluminium.
“Potensi harga aluminium koreksi lagi pada akhir pekan masih terbuka walau mungkin rentangnya lebih terbatas,” duga Andri. Hal ini bisa terjadi jika data produksi industri China Desember 2016 benar menurun dari 6,2% menjadi 6,1% seperti dugaan. Ditambah lagi dengan antisipasi pasar terhadap pelantikan Presiden AS ke-45 Donald Trump yang bisa memicu beralihnya pelaku pasar dari aset berisiko seperti komoditas ke aset safe haven.
"Tapi level US$ 1.750 per metrik ton masih jadi support kuat," tambah Andri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News