Reporter: Martina Prianti, Harris Hadinata | Editor: Didi Rhoseno Ardi
JAKARTA. Ada kabar baik di pasar finansial, kemarin (9/12). Nilai rupiah melesat tinggi terhadap beberapa mata uang utama dunia. Bahkan, berdasarkan data Bloomberg, persentase kenaikan rupiah adalah yang terbesar dalam sehari sejak 2001. Kenaikan rupiah juga paling tinggi di antara mata uang Asia lainnya.
Sampai pukul 21.00 WIB kemarin, rupiah menguat hingga Rp 11.000 per dolar AS. Bahkan sebelumnya rupiah sempat mencapai Rp 10.881 per dolar AS. Rupiah bahkan menguat 7% lebih terhadap euro dan ponsterling. Harga €1 kemarin Rp 14.103,90, sementara harga £1 adalah Rp 16.168,90.
Salah satu faktor yang memicu penguatan rupiah itu adalah spekulasi para pelaku pasar bahwa kenaikan indeks saham di dunia, khususnya di Asia, akan membuat investor asing kembali mengoleksi aset-aset investasi di Asia, termasuk Indonesia. "Penguatan pasar saham regional menjadi salah satu sentimen positif," ungkap Rachmat Wibisono, dealer valas di BRI, kemarin (9/12).
Otomatis, kalau investor asing mulai kembali masuk ke Indonesia, maka permintaan terhadap mata uang rupiah akan kembali meningkat. Hal itu mendorong sebagian pelaku pasar melakukan aksi rupiah.
Menurut Eric Alexander Sugandi, Ekonom Standard Chartered Bank, saat ini pelaku pasar terbagi menjadi dua. Pertama, investor yang ingin menambah jumlah dolarnya. Melihat kondisi sekarang, investor ini memilih wait and see, menunggu kepastian dolar akan melemah atau menguat terhadap rupiah.
Momentum baru
Kedua, investor yang sudah memegang banyak dolar. Melihat nilai tukar dolar terus melemah terhadap rupiah, mereka pun melepas dolarnya. "Soalnya mereka takut kalau pegang terus mereka tidak sempat lepas, dan hasilnya mereka bisa rugi," papar Eric.
Selain sentimen dari bursa, penguatan nilai tukar rupiah juga didukung oleh komitmen Bank Indonesia (BI) untuk menjaga nilai tukar rupiah. Pasar juga menyambut baik kebijakan BI menurunkan suku bunga acuan (BI rate) menjadi 9,25% . Pasalnya, "Hal itu menunjukkan BI concern terhadap pertumbuhan ekonomi," jelas Eric.
Eric juga melihat setelah rupiah kembali naik ke atas Rp 12.000 per dolar AS, BI menemukan momentum baru untuk menjaga rupiah. "BI menemukan level psikologis baru untuk bertahan," tambahnya.
Dus, rupiah kini akan sulit untuk melemah ke level Rp 12.000 per dolar AS, atau bahkan menyentuh Rp 13.000 per dolar AS. Tambah lagi, "Saat ini pasar melihat posisi rupiah di Rp 13.000 itu sudah terlalu tinggi," kata Rachmat dari BRI.
Penurunan harga komoditas dunia, termasuk minyak, juga membantu mendorong nilai tukar rupiah. Maklum saja, kalau harga berbagai komoditas melemah, maka inflasi di Indonesia pun cenderung turun.
Hanya saja, menurut para analis, sampai akhir tahun nanti nilai tukar rupiah tidak akan berubah jauh. Analis memberi kisaran pergerakan rupiah antara Rp 10.000 hingga Rp 11.500 per dolar AS. Sementara untuk penutupan di akhir tahun, perkiraannya di kisaran Rp 10.000 hingga Rp 10.500 per dolar AS.
Analis menilai, peluang rupiah untuk benar-benar menguat baru terlihat di tahun 2009. Penentunya adalah pelaksanaan program stimulus ekonomi AS.
Yang juga patut kita catat, penguatan rupiah kali ini tampaknya murni karena pergerakan dana investasi jangka pendek atau hot money. Anda tentu mafhum, hot money bisa keluar masuk dengan cepat. Artinya, kurs rupiah memang masih akan terus fluktuatif sampai Bi atau pemerintah membuat kebijakan yang lebih tegas mengenai aliran valuta asing.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News