Reporter: Yuliana Hema | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan jumlah emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI), juga diiringi oleh peningkatan jumlah saham gocapan. Di 2022, saham yang di harga Rp 50 sebanyak 87, tapi per Selasa (31/1) tercatat ada 92 saham.
Research & Consulting Manager Infovesta Utama Nicodimus Kristiantoro menilai mandeknya saham-saham itu disebabkan oleh hilangnya antusias investor pada sebuah saham.
"Ada berbagai penyebab yakni fundamentalnya jelek dan terdampak rumor berita buruk. Serta investor menilai emiten itu belum mempunyai prospek bisnis yang baik," jelas dia Kepada Kontan.co.id, Selasa (31/1).
Chief Executice Officer Edvisor.id Praska Putrantyo bilang jika masih terus tertahan di batas paling bawah alias Rp 50, maka saham-saham tersebut berpotensi besar untuk didepak dari pasar modal.
Baca Juga: BEI Siapkan Papan Pemantauan Khusus, Saham Apa Saja yang Berpotensi Masuk?
"Terlebih jika tidak ada perbaikan kinerja fundamental yang signifikan dari emiten sahamnya," kata Praska.
Memang kalau dicermati beberapa saham yang mati suri ini biasanya punya fundamental jelek ataupun tersandung kasus. Misalnya, PT Cowell Development Tbk (COWL) yang diputus pailit dan telah diancam delisting oleh BEI.
Di sisi lain, bukan tidak mungkin saham-saham itu bisa bangkit. Teranyar, saham PT Bumi Minerals Tbk (BUMI) berhasil bangkit dari tidur lama. Pada Selasa (31/1), BUMI bertengger di level Rp 153 per saham.
Namun Praska menilai akan sulit untuk saham gocap ini bisa bangkit kembali. Untuk itu perlu ada sentimen positif, salah satu yang bisa dilakukan emiten dengan melakukan aksi korporasi agar bisa mendongkrak kinerja.
"Bisa memberikan harapan positif terhadap perbaikan kinerja keuangan yang signifikan dalam jangka panjang dan menarik investor untuk kembali mengakumulasi," papar dia.
Senada, Nico menilai aksi korporasi para emiten lah yang akan sanggup untuk menggerakkan minat investor untuk kembali mentransaksikan saham-saham itu. Ditambah kehadiran investor jumbo yang bersedia masuk untuk membeli.
"Kalau tidak ada masalah hukum, kondisi sektoral juga memungkinkan untuk saham tersebut bangkit dari gocap," imbuh Nico.
Baca Juga: Investor Harus Cerdas dan Teliti Sebelum Membeli Saham IPO
Dia bilang saham gocap umumnya sangat kurang likuid sehingga pemegang saham akan tulis untuk melakukan penjualan, sehingga investor hanya bisa menunggu suatu saat harga sahamnya aktif bergerak.
Sementara Praska menyarankan investor untuk wait and see perkembangan fundamental keuangan emiten secara kuartalan.
Sebagai pencegahan, dia mengingatkan investor untuk memperhatikan rencana bisnis sebuah emiten sebelum membeli sahamnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News