Reporter: Ruisa Khoiriyah, Amailia Putri, Raka Mahesa | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Guncangan bursa merontokkan harga saham-saham kelompok usaha Bakrie. Mayoritas saham Grup Bakrie terperosok lagi ke periode terburuk hingga ke level harga seperti kisaran tahun 2005-2009.
Ambil contoh saham PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk (UNSP). Banderol harga UNSP, akhir pekan lalu, terpuruk hingga level terendahnya sejak 2005, yaitu Rp 150 per saham.
Demikian juga harga saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI). Pada sesi perdagangan Jumat (15/6), BUMI sempat terlempar ke level Rp 970, meski lalu ditutup naik hingga Rp 1.080 per saham. Itu adalah level harga BUMI di kisaran tahun 2007-an. Sementara saham PT Bakrie And Brothers Tbk (BNBR) sampai saat ini tetap tak bergerak di kisaran Rp 50 per saham.
Tekanan besar di pasar komoditas global baik batubara maupun crude palm oil (CPO) belakangan ini menyurutkan pamor hampir semua saham di sektor itu. Namun, tekanan terhadap saham Grup Bakrie lebih besar.
Sejak awal tahun ini misalnya, BUMI sudah tergerus 50,9%. sedangkan emiten batubara lain seperti PT Adaro Energy Tbk (ADRO) turun 29%. Lalu, harga UNSP ambles 47%, sedangkan PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) turun 3,2% di periode sama.
Menyoal transparansi
Janson Nasrial, Analis AM Capital, menilai, saham-saham Grup Bakrie bukan cuma tertekan kondisi pasar. Kepercayaan para pemodal merosot terhadap sepak terjang emiten di kelompok usaha Bakrie itu. "Kepercayaan investor makin pudar karena mereka kurang transparan mengenai transaksi keuangannya," ujar dia.
Informasi bagi publik tentang skema penyelesaian utang sejumlah emiten Bakrie pun minim. Ambil contoh penyelesaian utang BNBR ke Credit Suisse. Bagaimana BNBR melunasi obligasinya yang sudah jatuh senilai Rp 2 triliun, yang berstatus sudah jatuh tempo, juga masih remang-remang.
Tidak heran jika para pelaku pasar lantas berspekulasi bahwa kelompok usaha Bakrie, kembali terbelit krisis likuiditas. "Investor kehilangan kepercayaan terhadap kemampuan pendanaan internal grup Bakrie," ujar Reza Priyambada, analis Indosurya Asset Management.
Reza mengamati, setiap ada utang yang jatuh tempo, Bakrie justru selalu menghembuskan aksi korporasi mulai dari gadai saham, hingga pencairan aset. "Jarang terjadi pelunasan utang dengan kas internal. Investor jadi bertanya, perusahaan sebenarnya mampu membayar, atau tidak?," tutur Reza.
Celakanya, pola ini tidak cuma terjadi di induk usaha, melainkan hampir di semua anak usaha Bakrie. Dengan kondisi demikian, ketika pasar tertekan hebat, pemodal akan melepas saham-saham Bakrie. Para analis pun kompak tidak merekomendasikan saham Grup Bakrie untuk dikoleksi.
Eddy Soeparno, Direktur Keuangan BNBR, menilai, anjloknya saham Grup Bakrie akibat rumor gagal bayar pinjaman. "Pinjaman yang mana?" kata dia balik bertanya. Dia menegaskan, saat ini, manajemen masih menegosiasikan dengan para kreditur.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News