Sumber: KONTAN | Editor: Test Test
JAKARTA. Kemarin, mayoritas indeks bursa saham utama di kawasan Asia kompak bergerak turun.
Pada perdagangan kemarin, Indeks Nikkei melemah 0,27% ke 10.140,47, Hang Seng turun 1,18% menjadi 22.060,52, dan Indeks Shanghai anjlok 1,06% jadi 3.296,60. Cuma Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Indeks BSE-Bombay yang menguat.
Tekanan di pasar modal Asia datang dari dua penjuru. Pertama, kelambanan pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS). Kedua, gelontoran dana stimulus pertama dari Pemerintah Jepang senilai US$ 81 miliar untuk menahan penguatan yen dan melawan deflasi, juga menekan pasar.
Vice President Valbury Asia Securities, Nico Omer Jonckheere berkata, pemulihan ekonomi di AS belum berjalan sesuai harapan. Hal ini tentu akan berpengaruh ke pergerakan saham regional, termasuk Asia. "Investor melihat pemulihan ekonomi berjalan lambat," katanya.
Gubernur Federal Reserve (Bank Sentral AS), Ben S. Bernanke bilang, jalan pemulihan ekonomi AS masih panjang. Ekspansi kredit kemungkinan tetap hati-hati. Bernanke juga memberikan sinyal bahwa The Fed tetap mempertahankan suku bunga rendah.
Analis Asia Kapitalindo Securities, Arga Paradita Sutiono, menambahkan, bursa regional terkoreksi lantaran investor masih menunggu pengumuman bunga acuan The Fed, pada pekan depan. Selain itu, pasar saham Asia sedang berada dalam titik jenuh. Bursa Asia sudah naik berturut-turut selama sepekan lalu. Makanya, wajar apabila ada koreksi hari ini. "Bahkan selama sepekan ini kecenderungan terkoreksi," paparnya.
Nico menimpali, pergerakan bursa saham Asia dalam sepekan ini masih konsolidasi. Dus, koreksi bursa tak akan berlangsung lama. Maklum, penurunan dolar AS dan fluktuasi harga komoditas tetap menjadi bahan bakar bursa Asia. Sampai kemarin, indeks dolar AS masih melemah 0,2% menjadi 75,62. "Ke depan harga-harga komoditas masih cenderung menguat. ," kata Nico.
Selain dolar AS dan komoditas, bursa Asia juga akan terkerek sentimen domestik setiap negara. Emiten blue chips menopang laju indeks di masing-masing negara. "Jika ada koreksi, angkanya tak sampai 1%," kata Arga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News