Reporter: Nisa Dwiresya Putri | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten perbankan dengan kapitalisasi pasar besar di Bursa Efek Indonesia mencatatkan pertumbuhan laba tinggi hingga kuartal ketiga tahun ini. Walhasil secara fundamental, saham perbankan memang masih menarik dalam jangka panjang. Namun ingat, untuk jangka pendek, valuasi saham bank sudah terbilang mahal.
Selama sembilan bulan pertama 2017, Bank Mandiri (BMRI) mencatatkan kenaikan laba bersih sampai 25,4% year-on-year (yoy). Laba Bank Negara Indoneisa (BBNI) tumbuh lebih tinggi, 31,6% (yoy). Sedangkan pertumbuhan laba bersih Bank Central Asia (BBCA) sebesar 11,3% (yoy) dan laba Bank Rakyat Indonesia (BBRI) 8,27% (yoy).
Namun, Jhon Veter, Managing Director Investa Saran Mandiri, menilai, valuasi saham bank saat ini terbilang mahal untuk investasi jangka pendek. Namun, mengingat fundamental emiten perbankan yang masih baik, saham bank masih menarik untuk investasi jangka menengah dan panjang. "Kami masih hold untuk sektor perbankan, karena memang valuasinya mahal," ujar Jhon, Senin (30/10).
Hal senada diungkap Analis Semesta Indovest Aditya Perdana Putra. Menurut dia, di akhir tahun ini kenaikan harga saham bank mulai terbatas. Tapi tahun depan, ia memprediksikan, saham bank bisa naik 5%–10%.
Jhon juga masih optimistis dengan saham perbankan hingga tahun depan. Sebab, saham sektor ini termasuk dalam saham yang bergerak mengikuti siklus. Nah, dia memandang, siklus ekonomi Indonesia saat ini berkembang ke arah yang lebih baik.
Selain itu, Aditya berpendapat fundamental perbankan masih cukup kuat. "Memang kalau diamati, pertumbuhan kredit sedikit stagnan. Namun, dari sisi fee-based income tumbuh positif. Ini bisa menjaga pendapatan bank tumbuh lebih baik," ujar dia.
Aditya menjelaskan, porsi pendapatan kredit dan non-kredit (fee-based income) perbankan dari tahun ke tahun mulai bergeser. Meskipun pendapatan kredit masih menjadi kontributor terbesar, dia melihat, pergerakan fee-based income bank setiap tahun cenderung positif.
Pergeseran komponen pendapatan kredit dan fee-based income ini muncul karena ada persaingan bisnis. Nasabah berlomba mencari kredit dengan bunga yang lebih rendah. Selain itu, suku bunga yang saat ini berada dalam tren rendah pun turut memengaruhi pergeseran itu.
Jhon menambahkan, pertumbuhan porsi fee-based income yang positif justru berimbas positif pada pendapatan bank. Pasalnya, fee-based income mengandung risiko lebih kecil dibandingkan dengan pendapatan kredit. Sehingga, fee-based income dipandang lebih sustainable dalam jangka panjang.
Ke depan, Aditya memprediksikan, porsi fee-based income akan terus naik dalam komponen pendapatan perbankan. Ini bukan masalah selama bank masih bisa menjaga likuiditasnya.
Adapun dari sektornya, Aditya juga melihat, perbankan masih cukup menjanjikan. Selain lantaran jasanya masih dibutuhkan, masuknya startup turut mewarnai sektor perbankan. "Ditambah ada perubahan bank mulai mengakuisisi startup," katanya.
Jika ingin berinvestasi pada saham bank, Aditya menyarankan, investor melirik bank dengan segmen kuat di bisnis inti. Misalnya, BMRI kuat dengan konsumer, BBRI di makro, dan BBCA cukup bagus dalam manajemen likuiditas. BBTN juga menarik. "Hanya NPL BMRI lebih tinggi dibanding bank buku IV lainnya," tambah Aditya.
Jhon menyebut BBCA, BMRI, dan BBRI masih bisa dilirik. "Ada potential upside 15% tahun depan. Contoh, BMRI harga sekarang Rp 6.000, seharusnya bisa naik hingga Rp 7.500, apalagi dengan kinerja cukup kinclong di kuartal III-2017," ucap dia.
Bukan berarti tanpa tantangan. Menurut Aditya, adanya peralihan ke digital banking akan menjadi tantangan bagi sektor perbankan di tahun 2018.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News