Reporter: Nur Qolbi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah mata uang Asia menghadapi tekanan yang cukup dalam sejak bulan lalu, termasuk nilai tukar rupiah. Berdasarkan JISDOR, mata uang garuda melemah 1,44% ke Rp 15.710 per Rabu (11/10), dari Rp 15.487 pada akhir September 2023.
Baht Thailand dan Ringgit Malaysia bahkan mengalami depresiasi yang cukup dalam sejak awal tahun ini. Ketidakpastian global menjadi salah satu penyebabnya terutama kondisi pasar keuangan Amerika Serikat (AS).
Ekonom PT Bahana TCW Investment Management Emil Muhamad mengatakan, pelemahan rupiah disebabkan oleh perpaduan faktor global dan domestik. Secara global, indeks dolar AS (DXY) menguat sebesar 2,45% sejak awal tahun sehingga menekan hampir semua mata uang di dunia, termasuk Indonesia.
Tingginya yield obligasi AS juga memicu keluarnya dana-dana asing dari pasar obligasi negara berkembang. ‘’Bersamaan dengan kedua faktor global tersebut, secara domestik Indonesia mencatat defisit neraca transaksi berjalan pada kuartal kedua tahun ini meskipun tidak terlalu besar,’’ kata Emil dalam keterangan tertulisnya, Kamis (12/10).
Baca Juga: Pasar Surat Utang Indonesia Mulai Ditinggalkan, Ini Alasannya
Namun, Emil meyakini penguatan DXY yang terjadi saat ini sifatnya sementara. Ke depanya, DXY akan melemah kembali sepanjang tidak terjadi eskalasi perang besar sehingga masih terbuka peluang bagi penguatan rupiah dan mata uang Asia lainnya.
Berdasarkan Asian Dollar Index (ADXY), mata uang Asia selain Jepang telah melemah sebesar 4,43% sejak awal tahun hingga saat ini. Ringgit Malaysia tertekan hingga 6,57%, Baht Thailand terdepresiasi sebesar 6,42%, sedangkan pelemahan rupiah sekitar 0,88% secara year to date (YtD).
Emil menilai, Bank Indonesia (BI) bersama dengan pemerintah telah melakukan upaya untuk menjaga stabilitas rupiah. Kebijakan moneter telah mengambil langkah aktif dengan melakukan intervensi di pasar spot dan Domestc Non Deliverable Forward (DNDF).
Berbagai instrumen baru seperti term deposit valuta asing devisa hasil ekspor (TD DHE Valas) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), belum banyak dimanfaatkan oleh investor.
Berbagai upaya stabilisasi rupiah tentu saja berdampak pada turunnya cadangan devisa Indonesia ke kisaran US$ 134,9 miliar atau setara 6,1 bulan impor, pada akhir September 2023, dari US$ 137,09 miliar pada bulan sebelumnya.
Baca Juga: Kurs Rupiah Ambrol, Industri Terancam Tekor
Meski mengalami penurunan, posisi cadangan devisa, Indonesia terbilang cukup aman sebab masih jauh dari standard kecukupan internasional yang ditetapkan sebesar tiga bulan impor.
BI mencatat selama kuartal dua tahun ini, transaksi berjalan defisit sebesar US$ 1,9 miliar atau setara dengan 0,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB), setelah membukukan surplus sebesar US$ 3 miliar atau setara 0,9% dari PDB pada kuartal sebelumnya.
‘’Kami memperkirakan rupiah masih memiliki peluang berbalik menguat hingga akhir tahun, seiring dengan penurunan yield obligasi global yang dapat membuat instrumen keuangan dalam negeri kembali menarik minat investor untuk masuk,’’ ungkap Emil.
Bahana TCW mengantisipasi rupiah bergerak pada kisaran Rp 15.200-Rp 15.800 per dolar AS dengan kecenderungan menguat ke batas bawah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News