Reporter: Riska Rahman | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten farmasi menyiapkan agenda ekspansi di sepanjang tahun ini. Meski rencana itu dinilai belum bisa mendongkrak kinerja secara signifikan, emiten farmasi masih bisa diuntungkan oleh stabilnya nilai tukar rupiah pada tahun ini.
Emiten farmasi seperti Kimia Farma (KAEF), Kalbe Farma (KLBF), dan Indofarma (INAF) sudah menyiapkan serangkaian agenda di 2018. Rencana tersebut bervariasi antara ekspansi organik maupun ekspansi anorganik.
INAF, misalnya, siap membangun pabrik infus di Makassar senilai Rp 250 miliar. Mereka mengalokasikan anggaran belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar Rp 165 miliar. Sebagian dana capex ini akan digunakan untuk membiayai pembangunan pabrik infus tersebut.
KLBF juga menyiapkan rencana ekspansi untuk tahun ini. "Kami akan tetap ekspansi dalam bentuk produk baru, ekspansi kapasitas produksi serta distribusi," ujar Presiden Direktur KLBF Vidjongtius kepada KONTAN, kemarin.
Tak ketinggalan, KAEF pun sudah punya rencana ekspansi. Bedanya, KAEF tak hanya fokus mengejar ekspansi organik, juga anorganik.
Selain ekspansi organik seperti menambah pabrik dan gerai apotek, KAEF berencana mengakuisisi perusahaan kosmetik, peralatan medis, dan jaringan ritel apotek di Arab Saudi, Al Dawaa.
Walaupun sudah menyiapkan berbagai rencana ekspansi, Analis NH Korindo Joni Wintarja menilai, tahun ini emiten farmasi cenderung tetap tumbuh secara alami. Pasalnya, saat ini belum ada sentimen tertentu, baik positif maupun negatif, yang bisa memengaruhi kinerja emiten farmasi sepanjang 2018.
Meningkatnya anggaran kesehatan pemerintah dari tahun lalu senilai Rp 104,9 triliun menjadi Rp 111 triliun pada tahun ini memang bisa mendorong kinerja emiten farmasi. Meski begitu, Joni melihat, dampak ini tak signifikan dibanding tahun pertama program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diluncurkan.
Namun, ekspektasi pasar terhadap nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) bisa jadi salah satu katalis bagi emiten farmasi. Industri farmasi masih harus mengimpor barang baku untuk produk mereka. "Dengan nilai tukar yang stabil, mereka bisa meminimalkan efek negatif dari risiko kurs yang bisa berdampak positif terhadap kondisi keuangan mereka," ujar Joni, Jumat (5/1).
Joni pun merekomendasikan saham KLBF sebagai pilihan lantaran memiliki bisnis farmasi yang kuat sekaligus diversifikasi bisnis yang banyak. Rekomendasi Joni: buy KLBF dengan target di level Rp 2.020. Pada perdagangan akhir pekan lalu, harga saham KLBF ditutup naik 0,86% menjadi Rp 1.760 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News