CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.466.000   -11.000   -0,74%
  • USD/IDR 15.990   -93,00   -0,59%
  • IDX 7.227   12,30   0,17%
  • KOMPAS100 1.105   2,62   0,24%
  • LQ45 878   2,61   0,30%
  • ISSI 219   0,52   0,24%
  • IDX30 450   1,49   0,33%
  • IDXHIDIV20 542   2,05   0,38%
  • IDX80 127   0,30   0,24%
  • IDXV30 136   0,51   0,38%
  • IDXQ30 150   0,46   0,31%

Rupiah Melemah, Begini Dampaknya ke Bursa Saham


Rabu, 18 Mei 2022 / 07:55 WIB
Rupiah Melemah, Begini Dampaknya ke Bursa Saham


Reporter: Kenia Intan | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah masih bergerak di sekitar level paling lemah dalam lebih dari 1,5 tahun terakhir terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah kenaikan suku bunga dan inflasi. Melansir Bloomberg, kurs rupiah di pasar spot menguat 0,35% di level Rp 14.645 per dolar AS pada Selasa (17/5).

Senin (16/5), kurs rupiah di pasar spot melemah ke Rp 14.697 per dolar AS yang merupakan level paling lemah rupiah sejak 20 Oktober 2020. Sementara posisi terkuat rupiah sejak periode tersebut adalah Rp 13.895 per dolar AS pada awal tahun 2021.

Certified Elliott Wave Analyst Master Kanaka Hita Solvera Daniel Agustinus mencermati, pelemahan mata uang Garuda ini dipicu kenaikan suku bunga The Fed sebesar 50 basis poin. Kenaikan suku bunga itu membuat dolar AS menguat terhadap mata uang yang lain, salah satunya rupiah. 

Baca Juga: Saham Bank Digital Kompak Memerah Sepekan Terakhir, Simak Prospeknya ke Depan

Daniel pun memperkirakan pelemahan masih akan berlanjut selama  suku bunga The Fed masih akan dinaikkan dan Bank Indonesia tidak terlalu intervensi. Rupiah diperkirakan bisa tertekan hingga level Rp 15.200 per dolar AS hingga Rp 15.500 per dolar AS. 

Kenaikan suku bunga dan pelemahan rupiah itu mendorong investor untuk mengurangi posisi kepemilikan di instrumen investasi yang berisiko seperti saham. Di sisi lain, investor cenderung menambah posisi kepemilikan di instrumen yang cenderung lebih aman seperti deposito atau obligasi.

Pelemahan mata uang rupiah ini akan berdampak negatif pada emiten-emiten yang berbasis impor dan memiliki utang dalam mata uang dolar AS. Penguatan kurs dolar juga mempengaruhi kenaikan harga bahan baku impor sehingga keuntungan emiten akan tergerus. Beberapa emiten yang kinerjanya akan semakin berat seperti KLBF, MAPI, dan JPFA

Baca Juga: Nilai Emisi IPO Capai Rp 18,3 Triliun, Simak Prospek IPO di Sisa Tahun 2022

Di sisi lain, pelemahan rupiah justru menjadi angin segar bagi emiten berbasis ekspor dan emiten dengan pendapatan dalam mata uang dolar. Misalnya, emiten-emiten  komoditas seperti tambang batubara, emas, crude palm oil (CPO), dan nikel. Beberapa emiten yang dimaksud adalah ADRO, PTBA, INCO, dan LSIP

Mempertimbangkan kondisi di atas, Daniel menyarankan agar investor lebih selektif dalam memilih saham. Apalagi The Fed masih akan meningkatkan suku bunganya di sisa tahun ini. 

"Untuk mengurangi risiko, investor bisa mengurangi porsi di instrumen sahamnya dan dapat mengalihkan investasinya ke deposito atau obligasi terlebih dahulu," ujar dia kepada Kontan.co.id, Selasa (17/5). 

Baca Juga: Ada ASII hingga INDF, Ini Saham-Saham Pilihan Mirae Asset Sekuritas Bulan Ini

Senada dengan Daniel, Analis Phillip Sekuritas Helen melihat emiten-emiten yang memiliki pendapatan dalam mata uang seperti dolar akan lebih diuntungkan di tengah penurunan mata uang rupiah. Di sisi lain, emiten dengan utang dalam mata uang asing seperti US dolar kinerjanya akan semakin berat, apalagi apabila pendapatannya dalam rupiah.

Di tengah kondisi tersebut, Helen menyarankan investor untuk terus mencermati emiten-emiten berkinerja baik yang ditandai dengan tren pertumbuhan dari sisi pendapatan maupun  laba bersih. Selain itu, investor juga perlu mencermati industri yang menarik dan memiliki prospek cerah di tahun ini.

Ia menambahkan, kendati saat ini rupiah tengah lesu, Helen memperkirakan rupiah akan kembali menguat ke depannya. Ini terdorong kondisi ekonomi Indonesia yang cukup baik dan stabil ditopang pulihnya aktivitas ekonomi dan mobilitas masyarakat. 

"Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama 2022 mencapai 5,01%. Neraca dagang Indonesia membukukan surplus sebesar US$ 7,56 pada April 2022  tertinggi sepanjang sejarah," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×