Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Kinerja PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) selama paruh pertama tahun 2015 tergerus akibat rugi kurs.
Laba bersih perseroan semester I melorot 14% secara year on year (yoy).
TBIG hanya mampu mengantongi laba bersih sebesar Rp 570,5 miliar atau turun 14% dari periode yang sama tahun 2014 yakni sebesar 663,6 miliar.
Alhasil, laba per saham (EPS) turun dari Rp 139,68 menjaid Rp 120,93 per saham.
Padahal pendapatan perseroan masih tercatat tumbuh 5,76% yoy menjadi Rp 1,67 triliun.
Penurunan laba bersih dipicu oleh rugi selisih kurs yang mencapai Rp 100,02 miliar.
Sementara semester I tahun sebelumnya masih mengantongi laba selisih kurs bersih Rp 22,4 miliar.
Selain karena selisih kurs, melorotnya bottom line emiten infrastruktur telekomunikasi ini terjadi akibat membengkaknya beban keuangan yang harus ditanggung perseroan.
Beban keuangan bunga naik 34,2% yoy menjadi Rp 657 miliar.
Pendapatan TBIG semester I diperoleh dari sewa menara terhadap pelanggan pihak ketiga.
Sebagian besar berasal dari PT Telekomunasi Selular yakni sebesar Rp 641,8 miliar atau berkontribusi 38,3% terhadap total pendapatan.
Lalu, dari PT Indosat menyumbang porsi 23,9% atau senilai Rp 400,5 miliar.
Selanjutnya, PT XL meyumbang Rp 253,2 miliar atau 15,1%, PT Hutchison 3 Indonesia Rp 183,1 miliar atau 10,9%, PT telkom Rp 102 miliar atau 6,1%, PT smarttfren Telecom Rp 42,9 miliar atau 2,5%.
Sementara PT Axix Telekom dan PT Bakrie Telekom tak lagi menyumbang pendapatan TBIG, padahal pada periode yang sama atahun lalu keduanya menyumbang masing-masing Rp 35,4 miliar dan Rp 54,4 miliar.
“Kebijakan untuk tidak mengikutsertakan penyewaan dan pendapatan Bakrie Telecom telah mengurangi keseluruhan penyewaan kami,” Kata Hardi Wijaya Liong, CEO TBIG, Senin (31/8).
Per 30 Juni 2015, TBIG memiliki 19.416 penyewaan dan 12.159 site telekomunikasi. Site telekomunikasi milik perseroan terdiri dari 11.154 menara telekomunikasi, 941 shelter-only dan 64 jaringan DAS.
Dengan angka total penyewaan pada menara telekomunikasi sebanyak 18.411, maka rasio kolokasi (tenancy ratio) Perseroan menjadi 1,65.
Hardi mengatakan total utang persreoan per akhir Juni dalam mata uang US Dollar yang telah dilindung nilai mencapai Rp14.383 miliar dan total pinjaman senior (gross senior debt) sebesar Rp6,76 triliun.
Dengan saldo kas yang mencapai Rp323 miliar, maka total pinjaman bersih menjadi Rp14,06 triliun dan total pinjaman senior bersih menjadi Rp6,44 triliun.
Menggunakan EBITDA triwulan kedua 2015 yang disetahunkan, maka rasio pinjaman senior bersih terhadap EBITDA adalah 2,25x dan total pinjaman bersih terhadap EBITDA adalah 4.92x.
TBIG telah melakukan hedging atau lindung nilai terhadap utang dollar AS sejak tahun 2010.
Perseroan mengklaim akan terus melanjutkan strategi konservatif untuk meminimalisir risiko nilai tukar mata uang asing.
TBIG telah melakukan hedging atau lindung nilai terhadap sekitar 90% dari pinjaman berdenominasi dollar Amerika Serikat (AS) dengan menggunakan instrumen lindung nilai, ditambah dengan proteksi lebih lanjut dari pendapatan senilai USD40 juta per tahun dari kontrak jangka panjang dengan pendapatan dollar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News