Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Rupiah ditutup terkoreksi di akhir perdagangan hari ini, Senin (26/1). Mengutip Bloomberg, Rupiah melemah 0,39% dan diperdagangkan di level Rp 12.507 per dollar AS di pasar spot.
Sementara, kurs tengah Bank Indonesia yang dirilis pagi tadi menunjukkan rupiah melemah 0,59% menjadi Rp 12.517 per dollar AS.
Tonny Mariano, Analis Harvest International Futures mengatakan, rupiah memang dalam posisi sulit di tengah kondisi global yang penuh ketidakpastian. Hasil pemilu Yunani yang dimenangkan Partai Syriza kian menambah kepastian terutama di Zona Euro.
Pasalnya, Partai Syriza yang berideologi ekstrem kiri merupakan penetang utama bailout yang diberikan Uni Eropa. "Pasar khawatir hasil pemilu Yunani ini akan melahirkan pertentangan baru antara negara-negara zona euro terkait kebijakan ekonominya," kata Tonny, Senin (26/1).
Perkembangan politik terakhir di Zona Euro memberi tambahan tenaga bagi dollar AS untuk menguat terhadap mata uang lain, termasuk rupiah. Apalagi di minggu sebelumnya, dollar AS sudah meraih sentimen positif dari kebijakan stimulus yang diluncurkan Bank Sentral Eropa (ECB).
Analis Pasar Uang PT Bank Mandiri Tbk, Rully Arya Wisnubroto menuturkan, volatilitas rupiah akan tetap tinggi setidaknya hingga Bank Sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), memberikan kepastian atas rencana menaikkan suku bunga acuan.
Rencana yang sudah dihembuskan sejak tahun lalu ini sudah menjadi sentimen negatif yang menekan rupiah secara harian. "Kita menunggu kapan dan berapa kenaikan suku bunga yang dilakukan The Fed. Selama itu belum jelas, rupiah akan tetap naik-turun seperti sekarang," ungkap Rully.
Dari dalam negeri, rupiah tetap dibayangi oleh defisit neraca perdagangan. Rully bilang, defisit berpotensi melebar lantaran Presiden Joko Widodo mematok target pertumbuhan ekonomi terbilang tinggi.
Hal ini akan mendorong kenaikan impor-impor mesin produksi maupun bahan baku. Sebaliknya, Indonesia kesulitan memacu ekspor lantaran harga komoditas yang masih tertekan.
Namun, rupiah bisa mendapatkan sentimen positif jika lembaga pemeringkat dunia menaikkan outlook Indonesia. "Kami berharap outlook Indonesia bisa kembali lagi ke investment grade terutama setelah pemerinah menghapus subsidi premium," jelas Rully.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News