Reporter: Avanty Nurdiana, Surtan PH Siahaan | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Tahun ini, kurs rupiah kehilangan tenaga. Di pasar spot, kemarin (27/12), posisi rupiah senilai Rp 9.731 per dollar AS. Secara year to date, kurs rupiah sudah melemah 7,29%.
Bagi emiten, pelemahan rupiah itu bisa menekan kinerja mereka. Terutama emiten yang memiliki eksposure dollar AS tinggi. Kondisi tersebut sebenarnya sudah terasa pada hasil laporan keuangan emiten di kuartal III 2012 lalu.
Ambil contoh, PT Indosat Tbk (ISAT), per kuartal III tahun ini menderita rugi selisih kurs Rp 616,33 miliar. Begitu pula, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) juga mengalami rugi selisih kurs hingga Rp 297 miliar. PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) pun bernasib sama. Cuma, rugi selisih kurs UNVR terbilang minim yaitu hanya Rp 1,58 miliar.
Sampai kuartal III 2012 lalu, rupiah tercatat melemah 5,67% menjadi Rp 9.591 per dollar AS. Padahal sekarang, rupiah sudah jatuh 7,29%. Dus, potensi kerugian kurs bisa saja bertambah besar. Tapi, para emiten mengaku sudah memiliki cara sendiri agar beban kerugian kurs tak mengembang.
Sekretaris Perusahaan Indosat, Strasfiatri Auliana bilang, selain melakukan lindung nilai (hedging), ISAT juga berupaya menurunkan porsi utang dalam dollar AS.
Per 30 September 2012, total utang ISAT mencapai Rp 21,84 triliun. Rinciannya, US$ 1,25 miliar atau Rp 11,88 triliun (kurs US$ 1 = Rp 9.500) berdenominasi dollar AS. Sisanya dalam rupiah
Sementara, Sancoyo Antarikso, Sekretaris Perusahaan UNVR mengatakan, UNVR selalu melakukan hedging untuk pembelian bahan baku. "Kami selalu hedging dalam 13 minggu ke depan untuk berjaga-jaga," ujar dia. Maklum, input dollar AS terhadap biaya UNVR mencapai 60%.
Harry Su, Kepala Riset Bahana Securities mengatakan, pelemahan rupiah saat ini memang merugikan bagi emiten yang mempunyai pengeluaran dollar AS seperti untuk impor bahan baku. Serta mereka yang memiliki utang dollar AS besar.
Sedangkan, emiten yang diuntungkan adalah sektor yang pendapatannya dalam dollar namun ongkos produksinya menggunakan rupiah, seperti emiten pertambangan.
Namun, sebenarnya, kondisi seperti sekarang bisa dimanfaatkan emiten untuk mengeruk keuntungan dengan menyimpan dana dalam dollar AS. "Sayang tidak banyak emiten yang memiliki simpanan dollar AS," ujar Harry. Kalaupun ada nilainya tidak signifikan terhadap pendapatan.
Setiawan Efendi, analis Phintraco Securities yakin, meski kena imbas pelemahan rupiah, perusahaan yang berbasis consumer good masih menarik. "Sebab pendapatan mereka juga masih akan terus meningkat. Sehingga bisa mengimbangi melemahnya rupiah," saran dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News