Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Nilai tukar rupiah diprediksi terus mengalami tren pelemahan. Rupiah disebut bisa mencapai Rp 17.000 per dolar Amerika Serikat (AS) pada bulan depan.
Mengutip Bloomberg Kamis (25/9) pukul 10.46 WIB, rupiah di pasar spot melemah 0,37% ke level Rp 16.747 per dolar AS.
Pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, pada pagi ini rupiah sempat melemah ke level Rp 16.758 per dolar AS. Pelemahan ini dipengaruhi sentimen dalam dan luar negeri.
“Kalau seandainya tembus di level Rp 16.800 ada harapan bahwa dalam bulan Oktober rupiah tembus di Rp 17.000 per dolar AS, itu sangat mungkin sekali terjadi,” ujar Ibrahim, Kamis (25/9).
Baca Juga: Saat IHSG Melesat, Rupiah Masih Terperangkap di Zona Merah
Ibrahim menjelaskan, sentimen eksternal yang mempengaruhi pergerakan rupiah di antaranya ketegangan politik di Eropa yang terus memanas setelah Presiden AS Donald Trump pada hari Selasa menyampaikan nada yang lebih agresif terhadap Rusia.
Dalam pidatonya di Perserikatan Bangsa – Bangsa. Trump pun juga memperingatkan terhadap negara – negara agar tidak terus membeli minyak Rusia. Ia juga menyebut bahwa Washington sedang mempertimbangkan sanksi terkait energi dari Rusia.
Meskipun belum ada langkah segera yang diumumkan oleh Trump, Ibrahim menilai retorika tersebut meningkatkan risiko geopolitik di pasar dengan kekhawatiran adanya sanksi yang lebih keras dapat mengganggu ekspor Rusia atau memicu tindakan balasan Rusia.
Perang Ukraina – Rusia juga menjadi perhatian. Nato dan Ukraina disebut ingin wilayah yang dikuasai Rusia harus dikembalikan. “Ini yang membuat ketegangan baru sehingga indeks dolar AS tadi malam penguatannya cukup signifikan. Bahkan menembus mendekati level 97,850,” ucap Ibrahim.
Kemudian, dari sentimen domestik, Ibrahim mengatakan bahwa Bank Indonesia saat ini terus melakukan intervensi di pasar NDF. Spekulasi yang begitu besar di pasar internasional atau NDF disebut membuat BI kewalahan dalam melakukan intervensi.
“Di zaman Purbaya ini intervensi yang dilakukan BI di pasar internasional itu tidak bergeming pun. Artinya spekulasi di pasar internasional begitu kuat sehingga intervensi yang dilakukan BI ini sia – sia,” kata Ibrahim.
Baca Juga: Rupiah Dibuka Anjlok ke Rp 16.735 Per Dolar AS di Hari Ini (25/9)
Ibrahim juga melihat bahwa pasar ingin diterapkan tax amnesty lagi. Penerapan tax amnesty ini pernah dilakukan sebanyak 3 kali pada pemerintahan Presiden Jokowi.
Akan tetapi di pemerintahan Presiden Prabowo tax amnesty sepertinya tidak dilakukan. Ini tergambar dari sikap penolakan tax amnesty yang disampaikan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.
“Rupanya pasar merespon negatif terhadap pernyataan Purbaya tentang penolakan tax amnesty,” pungkas Ibrahim.
Selanjutnya: Harga Emas Masih Perkasa Saham Emiten Produsen Emas Kian Memesona, Ini Pilihannya
Menarik Dibaca: Cuma Hari Ini! Nikmati Promo Hokben Gaswat Bank Saqu Beli 1 Bonus 1 Hoka Hemat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News